Imagine With Us 2017 Chapter 3 : Darkness (ft. Kim Suho) [1/2]

Posted by Lee Yena, Released on

Option

Imagine With Us

Darkness (ft. Kim Suho — Part 1)

[ Romance, Adult, Sad, Twoshoot ]


"Ayah, bagaimana keadaanmu?" ucap gadis berambut ikal itu, ia duduk di sisi ranjang. Dengan kasih sayang yang terpancar dari netra penglihatan nya. Ia terus menatap sang ayah dengan senyum yang tak henti melingkar di wajah cantiknya.


"Lebih baik dari kemarin, Chan Mi sayang." ucap pria paruh baya itu seraya tersenyum. Digenggam lembut tangan anaknya yang kini sudah menginjak angka 18 tahun. Berusaha meyakinkan anak gadisnya kalau ia baik-baik saja, "Bahkan ayah merasa 5 tahun lebih muda sekarang." guraunya yang disambut kekehan pelan dari sang anak.


"Ayah jangan memaksakan diri ya. Jaga kesehatan." Chan Mi menurunkan nada suaranya, "Aku takut terjadi apa-apa dengan ayah."


Sementara tuan Kim hanya tersenyum menanggapi kekhawatiran yang jelas-jelas terpancar diraut wajah Chan Mi. Tangan kanannya bergerak ke atas, di elusnya permukaan pipi yang menggemaskan itu, "Kau benar-benar mirip seperti ibumu Chan Mi." tuan Kim terkekeh pelan, "Cantik, lembut, manis, dan cerewet."


"Ayah!"


Tuan Kim tertawa, "Bahkan saat marah. Kalian berdua begitu mirip."


Chan Mi menatap gusar, ia tak suka bila dirinya dipandang mirip dengan wanita itu. Ah, tidak! Wanita yang ditakdirkan untuk melahirkan dirinya ke dunia itu jauh lebih rendah dari binatang. Chan Mi berdecak tak suka, "Ayah aku mohon jangan sebut dia ibu. Aku tak mau mendengarnya lagi."


Mendengar kata tajam yang keluar dari bibir Chan Mi, membuat pria paruh baya ini terdiam sejenak. Ia menerawang. Menelusuri hazel madu yang terpasang indah di kedua mata Chan Mi. Sebegitu bencinya kah Chan Mi pada sang ibu? Hingga ia tak mau lagi mendengar namanya? Bahkan Chan Mi tak mau menyebutnya dengan sebutan 'ibu'? Wajar. Mungkin itu wajar bagi Chan Mi.


"Uhuk! Uhuk!"


"Ayah! Ayah! Kau kenapa!? Astaga darah!"


Panik. Chan Mi sangat panik. Matanya membulat saat matanya tak sengaja menatap dari segar yang keluar dari hidung dan rongga mulut sang ayah. Tanpa pikir panjang. Ia segera menelpon pihak rumah sakit, "Rumah sakit! Tolong! Tolong ayahku!"


🍂🍂🍂


Air mata tak henti-henti mengalir saat menatap wajah damai sang ayah yang terbaring diatas ranjang rumah sakit. Bantuan alat pernapasan, suntikan infus dan alat deteksi jantung yang terpasang apik di sekujur tubuh ayahnya. Seakan berusaha menopang hidup sang ayah membuat hati gadis itu terenyuh.


Digenggam tangan sang ayah, berusaha mencari kehangatan yang selalu ia rindukan, "Ayah." rintihnya. Digenggam tangan kasar ayahnya dengan kedua tangan mungilnya. Ia mendekatkan pipinya, meresapi tekstur kasar dari kulit sang ayah.


Tangan yang sebelumnya mati-matian menghidupi dirinya. Bekerja siang malam tanpa henti hingga akhirnya ia jatuh sakit. Semakin hari, kesehatan ayahnya semakin menurun ditambah dengan beban ekonomi yang tak bisa dibilang sedikit. Biaya sekolah, sewa rumah, makan sehari-hari. Ugh, ia benci saat harus menyebutkan semua itu.


"Chan Mi ..." suara parau sang ayah sontak menyadarkan lamunannya. Matanya berbinar saat menatap kelopak mata sang ayah yang sedikit demi sedikit terbuka, "Chan Mi."


"Iya, ayah. Aku disini." Chan Mi menggenggam erat tangan sang ayah, seakan memberitahu ayahnya kalau ia akan selalu senantiasa berada disampingnya.


Pria tua itu menatap lekat Chan Mi, pandangannya jatuh kepada leher gadis itu, "Chan Mi, dimana kalungmu?" ucapnya.


Chan Mi menggeleng, "Sudah. Ayah tak perlu memikirkan kalung itu. Kesehatan ayah jauh lebih penting sekarang."


Sejenak tuan Kim terdiam. Peninggalan dia satu-satunya untuk Chan Mi telah hilang. Sisa kejayaannya tempo dulu. Kini hilang karenanya, "Maafkan ayah." tampak bulir air mata mulai turun dari sudut mata pria itu, "Maaf telah menjadi ayah yang tak berguna bagimu. Ayah memang tak bergu-"


"Ayah! Cukup!" potong Chan Mi. Ia semakin menguatkan genggamannya, "Aku mohon. Ayah jangan seperti ini. Ayah tetaplah yang terhebat. Aku sayang ayah." isak Chan Mi.


"Aku sayang ayah." lirihnya lagi. Mata nya kembali di penuhi oleh cairan bening. Ditatap pria paruh baya itu dengan tatapan sendu. Hatinya begitu teriris saat mendengar perkataan ayahnya, "Aku mohon berhentilah mengucapkan kata-kata hina itu." suara Chan Mi mulai bergetar. Di usapnya air mata yang sudah membasahi permukaan pipinya.


"Ayah bangga memiliki anak seperti mu." tuan Kim tersenyum lembut. Senyum hangat menghiasi bibirnya. Chan Mi membalas senyuman ayahnya. Sebelum ia menyadari. Itulah senyuman terakhir yang diberikan oleh ayahnya.


"A-Ayah!?" sentaknya, telinganya memanas saat mendengar detak jantung dilayar monitor. Semakin lama semakin mengecil. Hingga membentuk garis lurus, "Ayah! Ayah! Bangun!" diguncangnya tubuh sang ayah berkali-kali. Berharap agar sang ayah agar lekas terbangun. Tetapi hasilnya nihil.


"Ayah tidak boleh mati!" Ia segera berlari keluar, "Ya, Tuhan. Suster! Suster! Tolong!"


🍂🍂🍂


Suasana berkabung masih menyelimuti hati gadis itu. Ditatap sendu batu nisan sang ayah. Matanya kembali tergenang. Sudah lebih dari satu bulan sejak kepergian ayahnya, meninggalkan dirinya sebatang kara. Tetapi entah mengapa rasanya baru kemarin ia menggenggap tangan hangat ayahnya. Rasanya baru kemarin, ia menatap senyum sang ayah.


"Ayah." lirihnya. Perlahan ia mendekatkan bibirnya. Mencium permukaan batu nisan itu dengan lembut. Seakan-akan benda itu adalah benda yang amat rapuh.


"Aku berjanji akan menjadi gadis yang kuat." Chan Mi mengembangkan senyumannya. Memaksakan bibir mungilnya untuk menarik senyuman dibibirnya. Paling tidak didepan makam sang ayah. Ia harus tampak tegar.


🍂🍂🍂


Tok! Tok! Tok!


Suara ketukan keras menghantam gendang telinganya. Membuat gadis yang tadinya menikmati malam indahnya seketika terganggu. Sontak ia mengerjabkan mata indahnya berkali-kali. Chan Mi menyibak selimut putih yang ia pakai hingga menampakkan tubuh bagian atasnya, di tatapnya jam tua yang bertengger disamping pintu kamarnya.


Jam 11.35 malam.


Gila. Siapa gerangan orang yang bertamu di rumahnya tengah malam begini?


Tok! Tok! Tok!


"Buka kau, sialan!" Kini suara ketukan pintu itu semakin keras. Ditambah dengan teriakan mengutuk yang keluar dari bibir-- entah siapa disana. Membuat kening Chan Mi berkedut.


Reflek ia segera bangkit dari kasurnya, menarik kasar selimut yang sebelumnya membungkus lembut dirinya hingga jatuh ke lantai. Ia menghentakkan kakinya kasar seraya mengeluarkan sumpah serapah yang ditunjukkan pada orang itu. Dengan kasar, Chan Mi membuka pintu rumahnya dan menatap tajam kepada orang yang tengah berdiri tepat didepan pintu rumahnya.


"Akhirnya keluar juga kau."


Mata Chan Mi membulat saat menatap orang yang tadi meneriaki dirinya. Ingin rasanya ia melenyapkan manusia berjenis kelamin wanita yang tengah berdiri sekarang. Pakaian kelewat seksi--bahkan kain itu tak pantas disebut pakaian, dandanan menor, serta seringai menjijikan yang ia keluarkan dari bibir busuknya.


Wanita sialan yang ditakdirkan Tuhan untuk melahirkan nya di dunia ini. Chan Mi segera memasang ekspresi garangnya, "Heh, ternyata kau, Bitch. mau apa kau kemari? Rindu dengan ku?" gertak Chan Mi.


Chan Mi mendelik, menatap tajam pria asing yang tengah asik menikmati rokok di belakang wanita itu. Heh! Wanita ini tak berani datang sendiri. Dasar menjengkelkan.


"Anak sialan! Berani-beraninya kau melawanku!" teriak wanita itu, tangannya menarik helaian rambut Chan Mi. Membuat Chan Mi meringis kesakitan. Sementara pria di belakangnya hanya tertawa menyaksikan perkelahian yang tengah berlangsung diantara ibu dan anak itu. Ibu dan anak? Heh, menggelikan sekali.


"Lepaskan!" dengan segenap kekuatan, Chan Mi berhasil melepaskan cengkraman wanita itu dari rambutnya. Dan mendorong wanita sialan itu hingga mundur beberapa langkah, "Untuk apa kau datang kemari? Tak puas kau dengan harta ayahku!?" telunjuknya terangkat. Menunjuk tepat ke arah wajah sang ibu. Memperingatkannya untuk tak lagi mendekat.


"Aku tak mengerti. Kenapa ayah masih mencintaimu setelah semua yang kau lakukan padanya! Dasar jalang murahan!" geram Chan Mi.


"Kau!" rahang wanita itu mengeras, tak menerima perlakuan dari gadis kecil didepannya. Sontak ia mengalihkan pandangannya pada pria di belakangnya, "Changmin! Bantu aku membawanya! Kalau perlu seret saja dia!"


"Baiklah, Nona." jawabnya seraya membuang puntung rokok ketanah dan menginjaknya. Changmin mengambil langkah seribu. Chan Mi terkejut saat pria itu telah ada di depannya.


"Ap-" ucapannya terpotong saat merasakan lehernya tercekik. Kedua kakinya terangkat keatas. Melawan gaya gravitasi. Kakinya menendang ke segala arah dengan harapan salah satu tendangannya dapat mengenai iblis di depannya.


Tetapi pria itu malah menertawainya, tendangan yang dilayangkan oleh Chan Mi hanya seperti angin yang menggelitik tubuh kekarnya, "Kau benar-benar menyusahkanku, gadis kecil."


'Sial!' umpat Chan Mi dalam hati.


"Ugh ..." Nafasnya memburu. Lambat laun pandangannya menggelap. Genggamannya pada lengan kekar pria itu perlahan melemah. Tanpa belas kasihan, pria itu melepaskan cengkeramannya. Membiarkan tubuh mungil gadis itu jatuh di atas tanah.


Bruk!


"A-Ayah ..." bisiknya sebelum seluruh kesadarannya lenyap.


🍂🍂🍂


Cahaya mentari perlahan merangkak masuk dari celah-celah jendela. Membangunkan seorang gadis yang masih terlelap dalam tidurnya. Tergeletak di atas lantai porselen. Perlahan ia menggerakkan tubuhnya, gerakannya terhenti saat merasakan sesuatu yang menahan pergerakannya.


"Ugh ..." lenguhnya. Chan Mi, gadis itu mengerjabkan matanya berkali-kali. Matanya menyempit saat cahaya berebut masuk ke dalam pupil matanya, "Rantai?" matanya membulat saat menatap rantai besi yang mengunci pergelangan tangan dan kakinya.


"Hiks ... Hiks ..." air mata kembali menggenang dikedua bola matanya. Matanya menangkap cermin yang tergeletak di lantai tak jauh dari tempatnya terbaring. Ia mengelus permukaan kulit lehernya, menatap nanar bekas lebam yang tercetak jelas di lehernya. Bekas yang ia yakin adalah hasil cekikan dari pria itu.


Krieet!


Pintu kayu di depannya terbuka, sontak Chan Mi mengubah posisinya dari tidur menjadi duduk. Tampak seorang pria yang ia akui cukup tampan tengah berdiri seraya bersandar pada pintu, "Inikah gadis yang ingin kau jual padaku?"


Chan Mi mengernyitkan dahinya. Di jual? Apa maksud pria ini?


"Ya, Kyuhyun. Bagaimana? Cukup menarik bukan?" rahang Chan Mi mengeras saat mendengar suara wanita itu. Tak lama sosok itu kembali muncul dihadapannya. Chan Mi mendecih saat menangkap seringai jahat yang mengembang dari bibir wanita itu.


'Sialan kau!' kutuknya dalam hati. Pria yang dipanggil dengan nama Kyuhyun itu perlahan mendekati Chan Mi. Memperkecil jarak antara mereka. Selangkah demi selangkah. Hingga ia tepat berdiri didepan gadis itu.


Pria itu berlutut, mensejajarkan tinggi badannya dengan Chan Mi. Di tatapnya wajah cantik gadis dihadapannya lalu pandangannya turun ke bibir, leher, dada hingga berakhir kepangkal pahanya.


"Lumayan." sahutnya. Tangannya bergerak, menyentuh paha Chan Mi dan mengelusnya dengan gerakan sensual.


"Ja-jangan sentuh aku!" gertak Chan Mi seraya berusaha menarik pahanya dari jangkauan pria itu. Pria itu hanya terkekeh pelan. Ia menarik tangannya dan bangkit dari posisinya berlutut.


"Apakah dia masih perawan?" tanyanya pada wanita yang masih setia berdiri di belakangnya tanpa mengalihkan pandangan nya dari Chan Mi.


"Ya, dia masih perawan. Ia terlalu sibuk mengurus pria tua itu. Aku berani bertaruh dengan tubuhku, Kyuhyun." katanya mantap.


'Apa?' hati Chan Mi mendidih saat mendengar pernyataan wanita itu. Dia berani menghina ayahnya!


"Sialan kau! Apa kau bilang!? Pria tua? Sadarlah jalang! Kau lebih buruk dari tikus got dibelakang rumahku!"


"Diam kau anak sialan! Aku tidak sedang berbicara padamu!"


"Hei! Sulli! Diamlah!" teriak Kyuhyun, ia menatap tajam mata wanita itu. Memberi peringatan agar ia tak melanjutkan perkelahian yang membuatnya muak, "Dan kau gadis kecil! Sebaiknya kau tutup mulut cherry mu itu!"


Chan Mi bungkam. Menutup mulutnya rapat-rapat tanpa memandang wajah tampan pria yang tadi membentaknya. Sementara kilatan amarahnya masih terpancar di kedua matanya saat menatap tajam ke arah ibunya, Sulli. Akh ... Ia benci saat harus memanggil nama itu. Walaupun cuma didalam hatinya.


Sejenak Kyuhyun terdiam, "Kebetulan sekali, malam ini akan diadakan pelelangan. Kenapa kita tak lelang saja dia? Ditambah gadis yang kau bawa ini masih perawan. Keuntungannya juga lebih besar." Ia menoleh kearah wanita itu. Menunggu jawaban darinya, "Bagaimana setuju?"


"Baiklah. Aku setuju." Dan sekali lagi. Chan Mi ingin menghabisi wanita itu.


TO BE CONTINUES

Komentar

Options

Not work with dark mode
Reset