Imagine With Us 2017 Chapter 17 : Forbidden Love (ft. Zhang Yixing) [1/2]

Posted by Lee Yena, Released on

Option

Imagine With Us

Forbidden Love (ft. Zhang Yixing — Part 1)

[ Incest, Angst, Romance, Kekerasan, Twoshoot ]


Zhang Yixing atau yang akrab disapa Lay. Pria tampan berlesung pipi itu terus saja menelan salivanya. Jari-jarinya meremas kemudi mobil, berusaha mengalihkan suasana canggung diantara mereka berdua. Antara dia dengan adik perempuannya, Zhang Sohee.


Jarak usia mereka lumayan jauh. Sohee berusia 18 tahun, sementara Lay berusia 25 tahun. Memang, umur mereka yang terpaut cukup jauh dan karena kesibukan masing-masing membuat hubungan keduanya sedikit merenggang. Tapi, mereka masih memiliki kemiripan sebagai saudara kandung. Kemiripannya adalah jika mereka tengah tersenyum, lesung pipi akan timbul di permukaan pipi kanan mereka.


"Hujannya deras sekali." Lay sedikit melirik ke arah samping, menatap lekat wajah imut adiknya yang tengah menatap sendu hujan dari balik kaca mobil.


Suasana diluar begitu gelap, hanya pepohonan rimbun serta jalanan yang sedikit berbatu. Membuat kegiatan berkendara kedua kakak beradik ini sedikit terganggu. Ya, tidak sepenuhnya sih. Karena masih ada hal lain yang benar-benar mengganggu pikiran pria itu.


"Sohee-ah." Sohee sedikit terkejut saat mendengar namanya dipanggil oleh kakaknya, tak lama ia menoleh, menatap lekat wajah kakaknya yang masih fokus ke arah jalanan, "Apa handphonemu masih aktif?"


Sohee sejenak berpikir, ia menggeleng, "Tidak, Oppa. Handphoneku sudah lowbat. Barusan tadi matinya."


Lay menghela nafas berat, perjalanan dari Seoul ke Wonju benar-benar memakan waktu yang sangat lama. Apalagi ini sudah malam dan cuaca diluar sedang dihantam badai. Mungkin saja, jika menggunakan Google Map, perjalanan mereka bisa sedikit lebih cepat dengan melewati jalan pintas. Tapi, apa daya mereka malah terjebak di daerah yang masih jarang pemukimannya, "Tampaknya kita harus meneruskan perjalanan ini besok."


"Mwo? Besok!?" pekik Sohee, tak percaya dengan apa yang barusan ia dengar, "Mana bisa seperti itu, Oppa? Nanti Eomma sama Appa khawatir kenapa kita sampainya lama! Kan kita telat juga gara-gara Oppa yang kelamaan nyari kunci mobil di rumah!"


Lay memutar bola matanya. Sedikit jengah saat mendengar semburan adiknya yang harus ia akui ada benarnya juga. Tapi, bukan Lay namanya jika ia langsung meminta maaf begitu saja, "Mataku sudah lelah, Sohee-ah. Kalau mau kau saja yang menyetir!" balas Lay sambil menatap tajam adiknya yang tengah menpoutkan bibir mungilnya.


"Cih, dasar. Sudah salah enggak mau minta maaf!" desis Sohee, bersidekap dada dan mengalihkan pandangannya kearah kaca. Malas menanggapi perkataan kakaknya itu.


Samar-samar, Lay tersenyum saat matanya menangkap raut kekesalan Sohee yang terpantul di kaca mobil. Mata bulat yang begitu menggemaskan, pipinya yang sedikit berisi dengan rona merah di atasnya serta bibir mungilnya yang berwarna soft pink. Jangan lupakan tekstur bibirnya yang lembut seperti kapas, membuat Lay hampir saja tergoda untuk melumat habis bibir gadis itu.


Kenapa ia bisa tahu seperti apa tekstur bibir adiknya? Nah, di situlah letak kecanggungan diantara mereka berdua. Tepatnya, seminggu yang lalu. Sohee yang tiba-tiba datang mengunjungi apartemen Lay dibuat terkejut dengan pertengkaran hebat antara kakaknya dan seorang wanita yang mengaku mantan kekasih kakaknya.


Lay yang terbakar emosi dan tak tahan mendengar rengekan wanita itu untuk kembali bersama membuatnya mengambil tindakan semberona. Yaitu, mencium adiknya sendiri didepan mantan kekasihnya itu.


Ya, untuk hal itu. Lay mengakui kesalahannya. Setelah wanita itu pergi dari apartemennya, Lay segera memeluk erat tubuh mungil Sohee yang terasa kaku, menggumamkan permintaan maafnya berkali-kali karena telah melakukan hal yang tak sepantasnya dilakukan oleh saudara kandung. Sadar dari khayalan kotornya, Lay segera memarkirkan mobil sedan putih mereka ditepi jalan.


Diam, tak ada satupun yang berniat ingin membuka suara. Sohee yang masih merajuk. Sementara, Lay masih canggung untuk menyapa Sohee. Lay menggeram pelan, dia paling tak suka kalau diacuhkan seperti ini.


"Sohee-ah ..." Sohee masih enggan menatap Lay, "Sohee-ah~" Sohee mendengus kesal saat mendengar nada menggoda yang dilancarkan oleh Lay.


"Apa!?" ketusnya, Lay terkikik geli mendengar gertakan Sohee. Bukannya menyeramkan, nada ketusnya malah membuat seorang Zhang Sohee semakin imut dimata Lay.


"Cuma dipanggil kok. Gitu aja sewot."


"Oppa menyebalkan!!"


🍂🍂🍂


Sudah lebih dari 1 jam, mereka beristirahat di dalam mobil. Sohee sibuk menikmati kripik kentang kesukaannya sementara Lay tengah bersandar di kursi. Mengistirahatkan tubuhnya yang terasa capek seharian, "Sohee-ah." sahut Lay tanpa mengalihkan pandangannya kepada Sohee.


"Ne, Oppa?" Lay menghembuskan nafas perlahan, sejenak mengumpulkan keberaniannya untuk menanyakan hal ini.


"Apa itu firstkissmu?" pertanyaan itu sukses membuat tubuh Sohee menegang. Pertanyaan kakaknya itu mengingatkannya pada kejadian seminggu yang lalu. Kejadian dimana firstkissnya yang berharga telah direnggut oleh kakaknya sendiri.


"Ne, Oppa. Itu firstkissku." lirih Sohee, kedua tangannya meremas bungkusan plastik kripik kentang yang telah kosong.


Sohee tak sadar jika perkataannya membuat hati Lay seakan berada diambang surga dan neraka. Di satu sisi, Lay merasa bersalah karena telah merenggut apa yang seharusnya tak pantas ia sentuh. Tapi, disisi lain dia juga senang karena berarti adiknya masih terjaga dari pergaulan bebas diluar sana. Karena, di zaman sekarang banyak sekali perempuan seusia adiknya yang sudah tak bersegel lagi.


Sohee menggeleng pelan, menatap wajah kakaknya, berusaha menampilkan senyuman terbaiknya, "Sudahlah, Oppa. Tak usah dipikirkan. Lagipula semua itu tak berarti apa-apa bukan? Kitakan saudara!"


Kitakan saudara!

Kitakan saudara!

Kitakan saudara!


Entah mengapa, hatinya terasa pedih saat mendengar kalimat terakhir yang meluncur dari mulut Sohee. Dua kata yang seakan menampar dirinya sendiri.


"Ya, kita adalah saudara." Kenapa perasaannya menjadi serumit ini?


🍂🍂🍂


"Uuuh~" Sohee terus mengeratkan pelukannya, udara dingin yang begitu menusuk kulit membuat tubuh mungilnya seakan membeku. Nafasnya bahkan sampai berembun. Ditambah dia hanya menggunakan kaos tipis dan hotpants membuat tubuhnya semakin mudah terpapar angin malam.


"Di ... ngin~" Lay yang baru saja menikmati tidurnya dibuat terkejut dengan gumaman seorang gadis yang tengah meringkuk kedinginan di bangku belakang. Kedua matanya membulat sempurna saat melihat bibir Sohee yang tampak begitu pucat.


"Sohee?" Lay segera beranjak dari bangkunya ke arah bangku belakang dan duduk didekat paha Sohee, mengusap pipi tembem Sohee sambil mengecek suhu adiknya.


"Aigoo! Kau dingin sekali!" Tanpa berpikir panjang, Lay segera mengubah posisi tidur Sohee, mengangkat tubuh mungilnya dan menempatkannya di atas pangkuan pahanya, memeluk erat Sohee dari arah belakang.


"Di-dingin, Oppa." Lay semakin mengeratkan pelukannya, berbagi kehangatan di tengah badai yang menerpa mereka. Kondisi tubuh Sohee yang begitu lemah membuatnya agak protektif terhadap adiknya. Bahkan, melebihi kedua orang tuanya sendiri.


"Apa masih dingin?" bisik Lay tepat di daun telinga Sohee, hembusan nafas Lay yang dalam dan hangat memberikan sensasi tersendiri bagi gadis itu. Wajahnya seketika menghangat. Berbanding terbalik dengan keadaannya beberapa menit yang lalu.


"Sudah agak hangat, Oppa." jawab Sohee.


"Jangan berkata seperti itu. Tubuhmu masih dingin seperti batu es." Sohee tersenyum simpul mendengar ucapan kakaknya yang terdengar begitu mengkhawatirkannya. Kakaknya memang menyebalkan tapi dia juga begitu menyayangi dirinya.


🍂🍂🍂


Lay p.o.v


Ya, aku tahu ini salah.


Aku tahu Tuhan. Tak seharusnya aku menyimpan perasaan terkutuk ini selama bertahun-tahun. Menyukai seorang gadis yang Kau takdirkan menjadi adikku. Seharusnya aku menyayangi Sohee selayaknya seorang kakak terhadap adiknya. Tapi, Tuhan aku sudah tak tahan lagi. Aku sangat menginginkan gadis ini.


"Jangan berkata seperti itu. Tubuhmu masih dingin seperti batu es." Betul, Sohee. Tubuhmu sangat dingin. Aku tak mau tubuh mungilmu ini membeku, sayang. Apalagi saat aku melihat bibir mungilmu yang begitu pucat. Tidak, aku sangat tak menyukai hal itu.


Tapi, tenang saja Sohee. Karena, aku Zhang Yixing akan segera menghangatkan tubuhmu. Kau akan merasakan kehangatan dan kenikmatan yang tak pernah kau bayangkan sebelumnya, Sohee sayang.


Aku berani jamin itu.


"Oppahh ..." Hidungku terus mengendus pundak mulusnya yang sedikit terpampang karena kaos putih kebesarannya sedikit melorot kebawah. Menghirup aroma mawar yang sudah menjadi candu bagiku, dari dulu hingga sekarang.


Aku merindukanmu, Sohee. Sejak aku menyadari perasaanku padamu. Berkali-kali, aku berusaha mengenyahkan nya. Berkencang dengan wanita-wanita di luar sana. Mencicipi tubuh mereka di atas ranjang. Tapi, tetap saja tak ada yang bisa menggantikanmu, Sohee.


"Oppa, ge-gelihh." Kau sedikit memberontak saat tanganku dengan nakalnya merambat masuk kedalam kaosmu, mengusap perut ratamu perlahan. Apa kau sadar, Sohee? Bokong seksimu bergesekan dengan adikku? Kau nakal, Sohee. Kau telah berhasil membangunkan Lay Junior. Dan sekarang kau harus menidurkannya.


Jari-jariku merangkak keatas, mengusap buah dada adikku yang masih terbungkus oleh bra. Aku segera menyusupkan tanganku kedalamnya, menaikkan bra sialan yang menghalangi gerakanku. Merasakan betapa ranumnya dada seorang gadis muda.


Damn, this's very soft.


"Aah! A-apa yang Oppahh la-lakukan?" kau menoleh, menatap kedua mataku dengan tatapan sayu. Tanganmu berusaha menahan remasanku. Tapi, kau tahu? Tanpa kau sadari, tubuhmu malah menyukainya.


"Sstttt! Aku sedang menghangatkan tubuhmu, Sohee." Kau menggeleng kuat, tak lama cairan bening mengalir dari sudut matamu. Kau merintih kesakitan saat dengan sengaja aku menarik puncak kemerahan itu. Kenapa kau menangis Sohee sayang? Bukankah sentuhanku begitu nikmat?


"Hiks ... Hiks ... Oppahh~" Lihatlah, kedua pipimu bahkan sudah seperti kepiting rebus.


"Kau cantik, Sohee." gemas, aku menghisap tengkuk leher Sohee, meninggalkan tanda kepemilikan di permukaan leher mulusnya.


"Aaahh! Aahhn~ Oppa." Dengan gerakan yang tergesa-gesa, aku melepaskan pakaian yang melekat di tubuhku. Memperlihatkan lengan kekar dan perut berbentuk kotak-kotak, hasil kerja kerasku berlatih selama bertahun-tahun.


Tak sabar, aku segera merobek kaos putih itu, membuat tubuh polosmu terekspos begitu saja. Bra hitam yang kau kenakan juga sudah aku letakkan diatas kursi. Perlahan, aku meletakkan tubuhmu di kursi. Menahan tubuh mungilmu dibawah kungkunganku. Sekarang, aku dapat dengan jelas melihat wajah gadis yang berhasil memporak-porandakan hatiku selama ini.


"Oppahh, Hiks ..."


"Ssttt ... Don't cry baby." aku mendekatkan wajahku, mengecup lembut sudut mata indah Sohee, "Let me touch your body, Sohee."


TO BE CONTINUES


Komentar

Options

Not work with dark mode
Reset