Imagine With Us
Sweet Blood (ft. Kris Wu)
[ Mistery, Thiller, Supernatural, Hurt, Romance ]
Langkah pria itu tampak angkuh. Menyusuri jalanan sepi di pinggir kota Seoul, kota metropolitan Asia. Sesekali pria itu mendengus pelan, menatap jengah jalan setapak berbatu yang ia telusuri. Tak ada satupun yang menarik di wilayah pinggiran ini, pikirnya. Ia terus melangkah, tak mengindahkan perutnya yang sudah meminta untuk diisi. Dengan jaket hitam, baju kaos lengan pendek dan celana panjang dengan warna senada, tak mengurangi kadar ketampanannya yang bisa dibilang tak biasa.
Mata setajam elang, rahang lancip nan tegas serta dilengkapi wajah tampan bak pahatan malaikat yang dapat membuat siapapun langsung jatuh kedalam pesonanya. Begitulah yang bisa dideskripsikan saat pertama kali kita melihatnya. Benar-benar sempurna tanpa celah. He's not only perfect, he's very perfect.
Pria itu mengangkat pandangannya, menatap langsung taburan bintang yang tersusun indah diatas langit, menampilkan maha karya Tuhan yang tidak terbantahkan keindahannya. Kedua sudut bibirnya terangkat, menampilkan senyuman tipis yang sangat jarang ia tampakkan, "Seperti biasa, kau begitu indah." Senyumnya semakin mengembang, "Jessica."
Pikirannya melayang saat mengingat nama wanita yang selama ini selalu menghiasi hari-harinya, membuat hatinya yang sedingin es luluh hanya dengan senyuman indah yang terpatri di wajah wanita itu. Ia menggeleng pelan, senyumnya kemudian memudar. Tak seharusnya ia memikirkan Jessica Jung, nama wanita yang lebih memilih meninggalkan dirinya seorang diri. Meninggalkannya dengan perasaan aneh yang berhasil membelenggu hatinya selama bertahun-tahun. Hingga membuat hatinya seakan terkunci rapat untuk wanita lain dan hanya seorang Jessica lah yang memegang kuncinya.
"Hiks ... Hiks ... Ayah Ibu ... Hiks.."
Lamunannya terhenti, tergantikan oleh rasa penasaran pada suara yang baru saja ia masuk ke dalam gendang telinganya. Dia menutup kedua pelupuk matanya, meresapi sesuatu yang tiba-tiba mengganggu indra penciumannya. Perlahan, ia membuka kedua matanya. Dia—Kris Wu, menggeram, "Darah."
Wusss!
Kemudian eksistensinya menghilang seiring dengan angin yang berhembus pelan, membelai lembut pepohonan rindang yang tak jauh dari tempat pria itu berdiri. Meninggalkan jejak sepatunya yang tercetak jelas di atas tanah.
🍂🍂🍂
Buagh! Buagh!
Suara rintihan terdengar begitu pilu, membuat siapapun yang mendengarnya akan dapat merasakan hal yang sama. Jauh di sudut kota, perumahan kumuh dan tak terurus. Sepasang suami istri tergeletak tak berdaya di atas tanah, darah segar mengalir darah dari dahi dan hidung mereka, tubuhnya sudah dipenuhi luka memar yang telah membiru. Sementara, tak jauh dari beberapa meter tempat mereka tergeletak, seseorang gadis—yang merupakan darah daging mereka menangis sejadi-jadinya. Mendapati kedua orang yang ia sayangi didunia ini tak kunjung bergerak.
"A-aku mohon tuan Hiks ... Ampuni mereka ... Hiks ..." rintih gadis itu, seluruh tubuhnya bergetar. Tak kuasa menahan rasa ketakutan yang sudah mengakar hingga ke dasar hatinya.
Buagh!
Lagi-lagi satu tendangan keras mendarat mulus ditubuh sang ayah, "Uhuk-uhuk!" kembali, darah segar keluar dari bibir pria berumur itu.
"Hahaha! Rasakan itu, sialan!"
Gadis itu—Lee Ye Na mengeratkan kepalan tangannya, hingga buku-buku jarinya memutih. Sungguh, ia tak kuat menghadapi semua ini. Itu bukanlah kesalahan mereka. Andaikan saja ia tidak pernah menderita penyakit Leukimia, kedua orang tuanya pasti tak akan tunggang langgang mencari pinjaman uang dan berurusan dengan keluarga Oh yang dikenal sebagai lintah darat.
"Hiks ... Aku akan bayar berapapun, Tuan. Tapi, aku mohon ... lepaskan orang tuaku!" rengek Ye Na, menatap teguh orang yang kini tengah menginjakkan kaki kotornya diatas tubuh sang ibu.
Pria itu tertawa sumbang, "Apa yang kau punya gadis kecil?" pria itu mendelik ke arah Ye Na. Ia menyeringai, "Bahkan jika kau menjual tubuhmu, itu masih kurang untuk melunaskan hutang kedua orang tuamu."
Ye Na terdiam. Hatinya menggeram, ia tahu hutang orang tuanya tidaklah sedikit, bahkan jika ia bekerja penuh 24 jam nonstop pun belum tentu hutangnya akan lunas dalam waktu singkat. Dan apalagi ini? Menjual tubuhnya. Ye Na meringis, walaupun mereka berasal dari keluarga yang tak berada, tapi paling tidak harga dirinya tak serendah binatang. Tapi, saat ini apa ia diberi pilihan? Tidak, ia rasa tidak.
Ye Na menunduk, menyembunyikan wajahnya yang telah kacau. Ia menggigit bibirnya pelan, jauh didalam hatinya ia menggumamkan permohonannya pada Tuhan agar mau menyelamatkan kedua orang tuanya dan meminta ampun atas dirinya yang hanya menjadi beban untuk mereka. Ya, mungkin ia benar. Dia hanya akan menjadi beban untuk mereka.
"Bagaimana gadis kecil?"
Ye Na mengangkat wajahnya, ia tersenyum hambar, "Aku akan melakukan apapun, Tuan. Bahkan jika aku harus menjual tubuhku ... aku akan melakukannya."
🍂🍂🍂
"Jadi? Hanya ini yang kau bawa, Tao?" salah satu alis pria bermarga Oh itu terangkat, menatap remeh gadis mungil yang tengah bergetar ketakutan di dalam cengkeraman adik tirinya, Huang Zi Tao.
"Yah, apa lagi yang bisa aku bawa? Mereka tak punya apa-apa lagi, Hyung." jawab Tao.
Sehun mendecih, ia bangkit dari singgasananya, tapak kakinya yang menggema, membuat nyali gadis itu ciut. Bahkan, hanya untuk mengangkat wajahnya ia tak mampu. Ye Na lebih memilih untuk menatap jari-jari kakinya sendiri, "Kita lihat apa yang bisa kau lakukan gadis kecil."
Tao yang mengerti apa yang dimaksud oleh Sehun. Ia segera menahan pergerakan Ye Na dengan mencengkram kedua tangan gadis itu dan merebahkannya ke lantai.
Craak!
"Le-lepaskan! Aakkh!" Ye Na berteriak keras, baju yang tadinya melekat ditubuhnya kini telah robek, memperlihatkan tubuh polos dan buah dada sintal yang terbungkus oleh bra berenda, sungguh ia belum pernah diperlihatkan kepada siapapun. Dan sekarang, dua pria bajingan itu telah melihatnya. Ye Na kembali berteriak histeris saat tangan besar Sehun merobek paksa pakaian dalam yang menjadi penutup terakhir bagi gadis itu.
"Tubuhmu lumayan juga gadis kecil." Sehun menjilat sudut bibirnya saat matanya menelisik tiap inci tubuh gadis dibawahnya ini. Begitu juga dengan Tao, pria bermata panda itu berkali-kali menelan salivanya saat melihat kedua gundukan indah Ye Na yang sedikit bergoyang, begitu menggoda untuk dicicipi.
Ye Na terisak, "A-aku mohon! Jangan!" Ia sadar. Gadis kecil itu sangat sadar atas apa yang ia katakan tadi. Dengan lantangnya, dia mengatakan kalau ia bersedia menjual satu-satunya aset berharga yang ia punya, tubuhnya sendiri.
Tapi, ternyata nyalinya tak sekuat itu. Ia takut kedua orang tuanya akan kecewa. Ia takut di masa depan tak ada orang yang sudi melihat sampah seperti dirinya. Dia sangat ketakutan.
Brak!
"Lepaskan gadis itu!" Sehun dan Tao sontak kaget saat melihat seorang pria yang tak mereka kenali tiba-tiba menendang keras pintu kayu berukuran besar itu. Tao segera berdiri, mengambil posisi siaga sambil menodongkan senjata handgun miliknya.
"Siapa kau!? Mau apa kau datang kemari!?" gertak Tao.
"Siapa aku itu tidak penting. Yang aku inginkan hanya gadis itu." jawab pria itu sarkastis seraya menunjuk gadis yang tengah tergeletak tak berdaya dengan dagunya.
"Kau menginginkan gadis ini?" Sehun menyeringai, ia bangkit sembari merapikan jas hitamnya yang sedikit berantakan, "Kau boleh mengambil jalang kecil ini. Tapi, ingat Tuan Sok Misterius. Tak ada yang gratis di dunia ini."
Tanpa berbasa-basi, pria asing itu mengeluarkan sesuatu dari kantung jaketnya dan melemparkannya ke arah Sehun, "Aku rasa itu sudah cukup untuk membeli gadis itu, right?"
Sehun hanya bisa membeku saat menangkap benda pemberian pria misterius itu. Sehun sangat yakin. Ia tak salah mengira. Benda ini adalah batu berlian dengan warna merah muda yang mengkilap, salah satu dari 10 berlian paling mahal di dunia dengan harga kisaran 25 juta dollar Amerika Serikat. Sial, ini sudah lebih dari cukup untuk membiayai perusahaannya 5 tahun ke depan.
Sehun menggeram. Dilihat dari gaya berbicara dan mental yang ia miliki. Pria didepannya ini pasti bukan orang biasa. Siapa sebenarnya dia? Tapi, Sehun lebih memilih mengambil sikap masa bodoh. Apa yang ia dapatkan sekarang lebih dari hutang keluarga keparat itu.
"The Steinmetz pink." Sehun tersenyum lebar, ia segera mengantongi benda mengkilap itu dan mengisyaratkan agar Tao menurutkan senjatanya, "Baiklah, Tuan Sok Misterius. Penawaranmu aku terima."
🍂🍂🍂
Kris tak mengerti kenapa ia melakukan hal ini. Pria itu tak mengerti kenapa tangannya dengan mudah menyerahkan berlian berharga pemberian rekannya di masa lalu. Terlebih lagi ia memberikannya secara percuma hanya untuk menebus hutang seorang gadis yang bahkan belum sehari ia lihat. Entahlah, rasanya ia tak rela jika gadis itu disentuh oleh tangan-tangan kotor orang brengsek tadi.
"Terima kasih, Tuan." Kris tersenyum penuh arti saat melihat gadis itu membungkukkan badannya, sekedar memberikan penghormatan padanya, "Kalau boleh tahu. Kenapa Tuan membantuku? A-aku hanya gadis biasa, Tuan. Bahkan, aku belum tahu siapa nama Tuan."
Ya, gadis itu benar. Bahkan, mereka belum saling mengenal.
"Namaku Ye Na, Lee Ye Na. Tuan bisa memanggilku Ye Na." ucap Ye Na sembari memperlihatkan senyum manisnya.
"Hm, namaku Kris Wu. Kau bisa memanggilku dengan sebutan Kris Oppa."
"Kris ... Oppa?" Kris mengangguk.
"Dan soal tadi, aku hanya kebetulan saja lewat di dekat rumahmu. Kau tak perlu sungkan kepadaku, Ok?" tangan Kris terangkat, mengelus puncak kepala gadis itu lembut.
"Ti-tidak, aku tetap merasa tidak enak, Oppa. Apa ada yang bisa aku lakukan untuk membantumu? A-aku tak keberatan untuk membereskan tempat tinggal Kris Oppa." Ye Na mengangkat wajahnya, memohon agar pria jangkung didepannya mau memenuhi permintaannya. Walau bagaimanapun pria jangkung ini telah membantu dirinya. Bahkan, pria ini juga menanggung biaya perawatan kedua orang tuanya yang tengah dirawat di rumah sakit.
"Hah~ baiklah kalau kau memaksa gadis kecil. Kau bisa membereskan rumahku." Ye Na mengangguk antusias, ia kelewat senang. Bahkan, saking senangnya ia langsung memeluk tubuh jangkuk Kris. Menggumamkan kata terimakasih berulang kali. Bagi Ye Na, pria tampan ini seperti malaikat yang dikirimkan Tuhan kepadanya. Dan Ye Na berjanji akan melakukan apapun demi membalas jasa pria ini. Apapun itu.
🍂🍂🍂
Tiga bulan kemudian
Ye Na p.o.v
Kris Wu. Aku tak bisa menyingkirkan nama pria itu dari otakku. Setiap kali mau tidur, makan, dan mandi. Entah mengapa wajah tampannya tiba-tiba muncul di otakku. Kharisma yang mempesona, rahangnya yang tegas, kedua matanya yang setajam elang, tubuhnya yang tegap dan kulitnya yang tampak halus. Uuuuhhh ... Benar-benar sempurna! Rasanya seperti mimpi bisa setiap hari bertemu dengan pria sekeren dia!
"Ish! Apaan sih? Fokus-fokus." ucapku berkali-kali sembari mengetuk pelan dahiku. Tapi, percuma saja. Wajah Kris Oppa masih saja terpatri di dalam sana. Hah, sudahlah lupakan. Kalau mikirin itu terus nanti kerjaan aku enggak selesai-selesai lagi.
Cuma ada satu hal yang menganjal setiap kali aku membersihkan rumah besar bak istana ini. Yang pertama, Kris Oppa tinggal di sini seorang diri. Kedua, rumah Kris Oppa letaknya jauh dari perkotaan, mungkin saja Kris Oppa sangat menyukai yang namanya ketenangan. Dan yang terakhir, lukisan besar yang tergantung di ruang utama. Lukisan yang mengambarkan seorang wanita cantik dengan sorot mata yang dingin.
Jessica Jung, 1910.
Itulah yang tertulis di sudut lukisan itu. Jadi kalian tahu kan setua apa lukisan itu. Pernah sekali, aku bertanya kepada Kris Oppa tentang siapa wanita yang menjadi objek lukisan itu. Dan jawaban yang aku dapatkan hanyalah ...
"Dia adalah seseorang yang berharga."
You know? It's weird. But, nevermind. That's not my business at all.
"Aaagggghhhh! Aaaggghhhh! Uuugggghhhh!" Tiba-tiba, suara teriakan menggema di sepanjang ruangan. Aku sontak berlari mencari sumber suara. Dan aku yakin, suara itu berasal dari lantai atas. Secepat kilat, aku segera menaiki tangga. Dan benar saja, suara teriakan itu semakin jelas terdengar dari arah sebuah pintu kamar. Itu kamar pribadi Kris Oppa.
"Aaaggggghhhhhhh! To-toloongg!"
"Kris Oppa!?"
End Ye Na p.o.v
Brak!
Ye Na tak peduli jika ganggang pintu rusak karena perbuatannya ini. Dia tak peduli. Yang ia pedulikan adalah pria yang tengah bertelanjang dada meringkuk kesakitan di lantai sembari memegang batang lehernya.
"Oppa! Oppa! Kau tak apa!?" Ye Na segera menghampiri Kris. Kedua mata bulatnya mengamati tubuh pria tegap itu. Tapi, tak ada satupun tanda-tanda penganiayaan atau semacamnya. Seingatnya, keadaan Kris beberapa saat yang lalu baik-baik saja. Apa yang sebenarnya terjadi? Kris terus merintih kesakitan, kedua matanya yang semula tertutup erat akhirnya terbuka lebar.
"O-Oppa ..." mata Ye Na membulat sempurna saat melihat kedua hazel mata Kris yang semerah darah.
Tiba-tiba, Kris bangkit dari posisi tidurnya, menarik tubuh mungil Ye Na dan mengurungnya dalam pelukan erat. Saking cepatnya, Ye Na tak sempat meletakkan kedua tangannya di dada bidang Kris yang tak pelak membuat bagian atas tubuh mereka bergesekan secara sensual.
"Oppa, apa yang terjadi?" lirih gadis itu. Ye Na melenguh pelan saat merasakan deru nafas Kris menerpa area lehernya. Membuat sekujur tubuhnya seketika meremang.
"Maaf ..." hanya itu yang terucap dari bibir Kris. Sebelum sesuatu yang tajam menancap kuat di lehernya.
"Aahhh!"
🍂🍂🍂
Entah sejak kapan, posisi mereka berubah. Dari yang tadinya duduk di atas lantai menjadi tertidur di atas ranjang. Belum lagi, posisi mereka cukup. Yeah ... Bisa dibilang cukup intim.
"Aaah ... O-Oppa ..." Ye Na melenguh saat Kris menjilat tengkuk lehernya, lebih tepatnya menjilat bekas luka yang ia ciptakan tadi. Kris tak memungkiri, darah gadis bermarga Lee ini sangat nikmat. Tiap tetesan darah yang masuk ke dalam kerongkongannya seakan menjadi pelepas dahaga yang selama ini ia rasakan.
Gerhana bulan total, peristiwa alam itulah yang menyebabkan ia lepas kontrol selama ini. Sudah hampir 2 abad ia menghadapinya. Setiap kali gerhana, gairahnya pada darah manusia meningkat berkali-kali lipat. Ia bisa membunuh siapa saja yang berada didekatnya atau berlari ke arah pemukiman manusia dan memburu manusia malang yang akan menjadi santapan makan malamnya. Dan pada saat ia tersadar, dia sudah terbaring di ranjang dengan perut kenyang serta lumuran darah yang membasahi sekujur tubuhnya.
Tapi, gadis ini beruntung. Sangat beruntung. Entah dapat kekuatan darimana, Kris berhasil mengontrol dirinya saat menghisap darah gadis mungil ini. Hanya saja, ada hal lain yang tak bisa ia kontrol. Nafsu seksnya. Vampir sepertinya memiliki nafsu seks yang berlebih saat menikmati darah korban yang berlawanan jenis. Jadi, hampir setiap vampir menikmati korban lawan jenisnya selalu dibarengi dengan hubungan intim. Kejam memang. Tapi, itulah adanya.
Gadis itu tak bisa berbuat banyak saat tangan pria itu dengan lancangnya melepas seluruh pakaian yang melekat ditubuhnya. Membuat tubuh polosnya langsung bersentuhan dengan dinginnya malam. Dan jangan lupakan cahaya bulan yang malu-malu menyinari mereka dari balik kaca. Menjadi saksi bisu atas apa yang tengah mereka perbuat saat ini.
"Oppa ... Eummhh ..." Kris menjilat dan mengulum lembut bibir mungil gadis itu. Kris mulai menyusupkan lidahnya ke dalam rongga mulut Ye Na. Menikmati sensasi manis saat lidah mereka saling bertautan.
"Aahhhnnn! Euummmhhh ... Euungghhhh!" Kedua tangannya meremas lembut payudara Ye Na. Sesekali menarik kedua puncak kemerahan itu gemas. Walau ukurannya bisa dibilang kecil dan tak sebanding dengan wanita-wanita seksi di luar sana. Tapi, entah mengapa dia menyukainya. Kris melepaskan lumayannya, sekedar memberi jeda untuk meraup oksigen sebanyak mungkin. Alis pria itu menukik tajam saat melihat tetesan air mata mulai membasahi pipi gadis mungil itu.
"Don't cry ..." lidahnya bergerak lembut membelai cairan bening yang mengalir dari sudut mata Ye Na. Ia benci tangisan seorang wanita. Ia sangat membencinya, "I need you, baby. I need you ..." ciuman Kris merambat turun ke arah belahan dada Ye Na, menjilat dan menghadiahi gunung kembar itu dengan kissmark.
"Aaahhh! Aaahhh! O-Oppa, le-lepas ... Aw! Jangan digigit!" pekik Ye Na saat merasakan Kris menggigit putingnya. Walau Kris menggigitnya dengan lembut. Tapi, tetap saja masih terasa menyakitkan karena gigi taringnya yang setajam pisau bergesekan dengan permukaan kulitnya.
Setelah puas bermain di dada Ye Na, tangan besar Kris mulai merambat ke pangkal paha gadis itu. Membelai lembut lubang kenikmatan gadis itu. Ye Na merintih kesakitan saat 2 jari Kris seenaknya masuk ke dalam sana. Mengocok lubang kewanitaannya dengan tempo sedang. Kris menggeram saat merasakan jari-jarinya di jepit hebat. Begitu sempit dan hangat.
"Ah! O-Oppa! Ke-keluarkan! Ah! Sa-sakit!" Kris menyeringai, menikmati pemandangan erotis saat lenguhan seksi lolos dari bibir mungil gadis di kungkungannya ini. Rintihan-rintihan kesakitan yang Ye Na dengungkan seakan menjadi cambuk bagi Kris untuk berbuat lebih, lebih dan lebih. Hah, he like it.
"Aaahhhhh!" saat menyadari gadis mungilnya telah mencapai orgasme. Kris menghentikan gerakan jarinya. Kris tersenyum puas, hanya dengan jarinya ia mampu membuat wanita mengelinjang tak karuan.
"Nikmat, hm?" Percuma saja Kris. Gadis mungil itu terlalu lemas untuk sekedar menjawab pertanyaan laknatmu itu. Kris segera bangkit, membuka lebar kedua paha Ye Na. Kris menggigit bibirnya saat melihat cairan orgasme yang mengalir dari miss V gadis itu. Ia segera menenggelamkan wajahnya di antara apitan paha Ye Na.
"Aaahh! O-Oppa!? Apa yang kau? Ouhh!" Ye Na tak bisa mendeskripsikan perasaannya saat merasakan sesuatu yang basah dan lembut bergerak liar di dalam miss V nya.
"This is sweet, baby." Tubuh Ye Na menggeliat ketika Kris menghisap kuat cairannya layaknya madu. Kris terus menghisap cairan bening itu hingga bersih mengkilap.
Srup! Srup!
"Eunggh! Ouuuhh! O-Oppa! Ge-geli! Eungghhh!" Ye Na bingung, apa cairan orgasmenya seenak itu
Setelah puas menikmati cairan cinta gadisnya, Kris menarik wajahnya, mengusap cairan cinta yang menempel di sudut bibirnya, "Sudah saatnya, baby."
Sret!
Ye Na membulatkan matanya saat melihat benda nista yang selama ini tersembunyi dibalik celana. Ye Na meneguk salivanya saat Kris mulai mengarahkan benda panjang nan jumbo itu tepat di bibir rahimnya.
"Ooh ... Oppahh ... Ja-jangan ..." Ye Na menggeleng kuat. Ye Na berusaha menjauh, tapi pergerakannya kakinya segera ditahan oleh tangan kekar Kris. Kris mencengkram erat kedua pahanya. Sembari menggesekkan juniornya di bibir kewanitaan gadis itu.
"Akh!" Ye Na memekik saat Kris mulai memasukkan benda jumbo itu ke dalam miss V nya. Air mata kembali membasahi pipinya. Ini sakit. Sungguh.
Kris menggeram nikmat. Milik gadis itu benar-benar hangat dan sempit. Saat menyadari ada sesuatu yang menghalangi pergerakan juniornya. Kris menarik juniornya perlahan dan menghentak kuat juniornya ke dalam miss V gadisnya. Dan ...
Jleb!
"Aaaakkkhhh! Hiks! Hiks! Oppa ..." Ye Na terisak kuat, kesucian yang selama ini hilang ditangan pria yang sudah ia anggap sebagai malaikat penolongnya. Dia sangka, pria ini berbeda dari yang lain. Nyatanya? Dia sama saja.
Kris menatapnya iba. Kris segera memeluk tubuh mungilnya dengan lembut. Menyalurkan rasa aman dan nyaman kepada gadis itu. Walau hanya sedikit. Ye Na segera mengalungkan tangannya di leher Kris yang kokoh. Jari-jari halusnya bergerak, menyisir rambut hitam Kris sebagai pelampiasan sesaat.
"Sa-sakit! Hiks ... Hiks ... Oppa, ke-kenapa kau menyakitiku? Hiks ... Hiks ..." lirihnya tepat di telinga Kris.
"Sssttt ... Sebentar lagi sakitnya akan hilang, baby." ucap Kris berusaha meyakinkan gadisnya. Setelah dirasa tenang, Kris mulai menggerakkan pinggulnya pelan. Membiasakan Ye Na dengan benda asing yang bergerak maju mundur membelah tubuhnya.
"Aahh ... Aahh ... Aaah ..." dan benar saja. Ye Na, gadis itu mulai menikmatinya. Kedua matanya yang indah tampak sayu, bibir mungilnya yang terbuka ditambah desahan lembut yang ia lontarkan.
Plok! Plok! Plok!
"Aahh! Aahhh! Aahh! O-Oppa! Aahh!" Gerakan Kris semakin tak terkontrol. Benda nista itu menghantamnya dengan kasar. Saking kasarnya, Ye Na dapat mendengar kasur yang menopang tubuh mereka berdua mulai berdecit. Seakan berusaha memberi tahu pemiliknya kalau ia sudah keterlaluan. Tapi, sayang sekali pria berdarah vampir itu tak memperdulikan decitan sang ranjang. Kalau ranjangnya sampai patah. Tinggal beli saja yang baru. Gampang bukan?
"Aaahhh! Aahh! O-Oppahhh!"
"Eungh ... Baby ... Hah ... Haah ..."
"O-Oppa, a-aku akan ... Eunggh!!"
"Hahh ... Hahh ... Keluarkan saja, babyhh ..."
"Aaahhhhhhh!!!" Dengan sentakan terakhir, Ye Na mendesah panjang, pusat tubuhnya kembali bergetar hebat. Ini sudah kesekian kalinya ia dibuat basah seperti ini.
"Haaahhh ... Haaaahhh ..." Sementara itu, Kris masih enggan mencabut penisnya dari dalam miss V gadis itu. Ia hanya memberi jeda bagi Ye Na untuk beristirahat walau sebentar. Karena sebentar lagi, ia akan menikmati setiap inci tubuh ranum itu hingga hasratnya terpuaskan.
"Aakhhh!"
I told you, right?
END
