Chapter 4
My feelings about you. It's never change.
"Aku sangat mencintaimu!"
"Kai, aku mohon. Jangan tinggalkan aku!"
"Kai! Kai!"
"Krystal!" Keringat dingin membasahi wajah Kai. Mimpi buruk yang dialaminya beberapa hari ini benar-benar mengganggu waktu tidurnya. Kai menghela nafas pelan, matanya melirik Jae Oh yang masih tertidur pulas di sebelahnya, "Hah, anak ini masih bisa tidur." senyum mengembang dari bibir Kai. Untung saja Jae Oh tak terganggu dengan teriakan Kai yang bisa dibilang cukup keras tadi.
Tes ... Tes ... Tes ...
Kai menangis. Ini adalah pertama kalinya, sejak kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan sewaktu dia masih duduk di bangku SMP. Kejadian yang mengubah hidupnya, "Cih, dasar cengeng!" gerutu Kai sambil mengusap air matanya. Dengan hati-hati, Kai beranjak dari tempat tidurnya agar tidak membangunkan pangeran kecil yang tengah menikmati tidur malamnya.
•••
Glup ... Glup ... Glup ...
"Haaah ... Lega." Sahut Kai sehabis meminum air putih yang telah tersedia di kulkas. Mata Kai masih sayu karena tangisan tadi. Kai menarik-narik rambutnya kesal.
"Apakah keputusanku sudah benar?" Kai menatap langit-langit kamarnya. Menutup matanya pelan, berusaha untuk menjernihkan pikirannya. Tak biasanya dia seperti ini.
Tuk!
Kai memukulkan kepalanya di pintu Kulkas. Kai sekarang benar-benar bingung apa yang harus dilakukannya. Jarum jam terus berdetak, menandakan waktu yang terus saja berjalan. Tetapi, pria itu masih belum mau beranjak dari tempatnya berdiri sekarang. Kai mengambil ponsel yang berada disaku celananya. Mencari kontak seseorang yang sangat diperlukannya sekarang, "Mungkin, Chen bisa membantu."
•••
"Hahaha! Dasar payah!" balas Kai sambil melemparkan kartu remi diatas meja.
"Hei! Kau cuma lucky, Jongin! Kalau kartu AS tidak keluar kau lah yang kalah! Cih dasar!!" balas Chen kesal yang hanya dibalas Kai dengan cengiran khasnya.
"Oh, iya ngomong-ngomong tumben ke Korea. Wae-yo?" balas Chen sambil merapikan kartu Remi yang tadi berhamburan diatas meja.
"Hanya untuk refreshing, Hyung." balas Kai santai.
"Ooh ..." sahut Chen sekenanya.
Kai hanya terdiam menatap kartu Remi yang masih dipegangnya. Perhatian Kai teralih saat dia melihat ponsel yang tadi dipegang oleh Chen, "Itu siapa?" tanya Kai sambil menunjuk ponsel yang ada didekat siku Chen.
"Siapa apanya? Tentu saja ini ponselku." jawab Chen asal.
"Bukan! Siapa wanita itu?" tanya Kai sambil menunjuk bagian belakang ponsel Chen.
"Oooh ..." Chen mengangguk paham, "Kenalkan ini Victoria! Calon istriku, cantik bukan?" balas Chen sumringah sambil menunjukkan cover ponselnya pada Kai.
"Lumayan lah." puji Kai, "Eh tunggu, Calon istri? Kapan kau melamarnya?" tanya Kai bingung.
"Hahaha, just kidding. Sebenarnya, aku baru saja kembali dari China 4 hari yang lalu. Rencananya sih aku akan melamarnya minggu depan di Namsan Tower." Chen tersenyum bahagia, sudah jauh-jauh hari ia mempersiapkan lamarannya untuk Victoria. Bahkan ia sempat meminta saran adiknya tentang apa saja yang disukai oleh wanita, sampai-sampai mereka berdua bertengkar didepan toko aksesoris kemarin.
"Semoga saja ya berhasil." balas Kai.
"Ne, gomawo." Suasana tiba-tiba hening, "Kau cuma sendirian ke Korea?" tanya Chen memecahkan suasana.
Kai mendongakkan kepalanya pelan, "Aniyo, aku bersama Jae Oh."
"Anakmu? Lalu dimana dia?" tanya Chen bingung.
"Tentu saja aku titipkan di tempat penitipan anak."
Dahi Chen tiba-tiba berkerut, "Kenapa kau tak mengajak istrimu? Oh iya bagaimana kabarnya sekarang?" tanya Chen sambil menatap Kai. Kai hanya terdiam mendengar pertanyaan Chen, "Oi! Jongin!" sahut Chen sambil melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Kai. Alis Chen mengkerut, hatinya bertanya-tanya sebenarnya apa yang terjadi dengan hubungan mereka berdua.
"Eh!" Kai tersadar dari lamunannya.
"Kau kenapa?" tanya Chen.
"Tidak, hanya saja." jawab Kai bimbang. Dia ragu, apakah masalahnya sekarang bisa ia ceritakan pada Chen. Orang yang sudah dia anggap sebagai hyungnya sendiri. Chen masih menunggu apa yang sebenarnya ingin dibicarakan oleh Kai, "Hubungan kami sedang tidak baik." balas Kai lemah.
"Hm? Maksudnya? Kau sedang bertengkar dengannya?" tebak Chen.
Kai menggelengkan kepalanya, "Tidak, Hyung."
"Krystal marah dan kabur ke Amerika?"
"Tidak."
"Lalu apa!?" sahut Chen hilang kesabaran.
"Hyung." Kai menatap Chen serius, "Kami berdua akan bercerai." lanjut Kai.
"Bercerai!? What the fu-?" Chen tak percaya dengan apa yang ia dengar sekarang. Bahkan bisa dibilang rumah tangga Kai dan Krystal tampak lumayan harmonis. Banyak sekali orang yang iri dan patah hati saat melihat mereka menikah. Karena mereka berdua begitu serasi. Termasuk adiknya, Hyun Ji.
•••
"Hiks ... Hiks ..." terdengar suara isak tangis dari ruang tamu. Terlihat barang-barang yang entah dari mana rimbanya bertebaran disetiap sudut rumah. Krystal, dia hanya bisa meratapi nasib rumah tangganya. Dia menangis sepanjang hari. Tak memperdulikan penampilannya yang sekarang bisa dibilang lusuh.
Dia memegang erat foto itu di dadanya. Foto yang menggambarkan mereka sebagai keluarga kecil yang bahagia. Dulu, sebelum dia melakukan kesalahan yang membuatnya menghancurkan semuanya. Menghancurkan kebahagiannya sendiri, "Hiks ... Hiks ..." Krystal segera mengusap air matanya dan menatap foto keluarganya.
"Aku masih sangat mencintaimu, Kai." Seru Krystal sambil memperhatikan foto itu. Pikiran Krystal sangat kacau, dia tidak bisa mengontrol emosinya sekarang.
"Ini tidak boleh terjadi!" Tiba-tiba Krystal bangkit dari tempatnya. Ia segera berlari ke kamar untuk mengemaskan barang-barang apa saja yang akan dibawanya pergi ke Seoul. Menyusul pria yang masih berstatus suaminya, Kim Jongin.
•••
Hiruk pikuk suara mobil memenuhi setiap sudut kota di Seoul. Dipenuhi oleh orang yang berlalu lalang menyusuri jalan di ibukota yang dikenal maju itu. Berbeda halnya dengan Hyun Ji, dia malah asyik memperhatikan etalase yang menyajikan berbagai macam makanan khas Korea yang cukup menggugah selera orang yang melihatnya.
"Waah, tampaknya enak." gumamnya pelan. Hyun Ji pun masuk ke restoran tersebut.
"Selamat datang di restoran kami! Ada yang bisa saya bantu Nona?" sambut pelayan restoran itu ramah.
"Oh, ne. Aku ingin memesan-" dia berpikir sebentar, "Maaf, bolehkah saya menelpon seseorang sebentar?" tanya Hyun Ji sopan.
"Boleh Nona silahkan." jawab pelayan tersebut. Hyun Ji teringat dengan Oppanya, Hyun Ji segera mengambil ponselnya untuk menghubungi Chen.
Tit! Tit! Tit!
Tuuuuut ... Tuuuut ... Tuuut ...
'Ayo, Oppa cepat angkat!'
"Yeoboseyo! Hyun ji-ya ada apa?"
"Ooh, Oppa! Apakah Oppa lapar?" tanya Hyun Ji to the point.
"Hm, lumayan sih. Kau mau belikan Oppamu ini makanan? Aaaa ... So sweet!" goda Chen.
"Apaan sih? Gombal!" gerutu Hyun Ji, "Ya udah Oppa mau pesan apa? Aku ada di restoran makanan Korea nih?" lanjut Hyun Ji.
"Tunggu sebentar ya Oppa mau pikir dulu." ujar Chen.
Mata Hyun Ji mengernyit, dia mendengar suara lain. Sepertinya Chen sedang berbicara dengan seseorang disana, 'Apakah itu Victoria?'
"Hyun ji-ya! Tolong pesankan Oppa bibimbap 2 porsi dan kimchi plus ayam goreng 2 porsi juga ya!"
"Mwo?! Banyak sekali! Kau mau membuat adikmu ini bangkrut apa?" balas Hyun Ji heran.
"Ya, sudah belikan saja apa yang Oppa minta. Masalahnya di rumah Oppa ada tamu spesial!"
"Tamu spesial? Siapa? Victoria? Setahuku dia tak makan sebanyak itu." tanya Hyun Ji penasaran.
"Bukan dia. Sudah belikan saja nanti kan kamu juga ke apartemen Oppa. Ya, sudah. Bye, Hyun Ji! Muaach! Hahaha!"
Tuuuuuut!
"Cih, dasar!" balas Hyun Ji pelan. Dia segera menutup ponselnya dan melanjutkan aktivitasnya tadi, "Baiklah, aku pesan bibimbap 2 porsi, Kimchi plus ayam goreng 2 porsi dan Samyang 1 porsi yah." seru Hyun Ji pada pelayan restoran.
Dengan cepat, pelayan itu menulis pesanan dan memberikannya pada koki yang sudah siap dicelah etalase dapur, "Baiklah, Nona. Tunggu sebentar ya. Pesanannya sedang dibuatkan."
"Ne, baiklah." Hyun ji segera mengambil tempat duduk di dekat jendela. Menunggu makanan yang telah dipesannya sambil memperhatikan orang-orang yang tengah sibuk berjualan aksesoris di sebrang jalan, "Tamu spesial." gumam Hyun Ji pelan, "Kira-kira siapa yah?"
TO BE CONTINUES
