RING
You're a hero. You save anybody. But, who will save you?
Bae Irene
"Yes, I will."
•••
Wanita cantik yang sekarang genap berumur 23 tahun ini tak dapat menyembunyikan rona merah yang tercetak jelas dipipinya. Sensasi hangat mulai menjalar di kedua pipinya. Apa ia sakit? Tidak, tidak sama sekali. Ia tidak sakit. Dia yakin 100% kalau dirinya sehat walafiat. Kalau tidak mana mungkin ia menikmati malamnya sambil berjalan-jalan di atas trotoar jalan didepan kompleks pertokoan yang terkenal elit di Seoul.
Senyum tak henti merekah saat matanya menelisik cincin emas yang terpasang apik dijari manisnya. Cincin dengan bertahtakan berlian berukuran sedang, tidak terlalu besar tidak pula kecil. Tapi terkesan elegan dan berkelas. Cincin ini adalah cincin pemberian pria berwajah sedingin es kutub. The Coldest One, Oh Sehun. Ah, ia lupa. Pria itu sudah menjadi tunangannya seminggu yang lalu.
Irene mengakui—jujur saja—pria menjadi tunangannya ini bukanlah tipe pria romantis yang akan memberikannya sekuntum bunga mawar di hari Valentine atau pria loyal yang akan membelikannya barang-barang branded ternama.
Untuk berbicara saja ia tipe orang yang to the point, no drama, dan sangat mengedepankan prinsip hidupnya yang workaholic. Tapi ada satu hal yang membuat seorang Bae Irene jatuh hati dengannya. Oh Sehun adalah pria yang selalu menepati janji yang sudah ia ucapkan. Irene melepaskan cincinnya, melihat pahatan kecil yang berada di bagian dalam cincin. Rangkaian huruf yang merupakan singkatan dari nama mereka berdua.
'HUNRENE' , baguskan?
Bruk!
"Ah, maaf." tutur orang yang baru saja tadi menabrak dirinya. Tidak terlalu keras memang, tapi cukup untuk membuat tubuh mungil Irene terdorong beberapa belas sentimeter. Irene hanya tersenyum canggung dan membungkukkan sedikit tubuhnya—meminta maaf—pada pria yang baru saja ia tabrak.
"Hm? Dimana cincinnya?" Irene tersentak saat menyadari benda berkilau itu tak lagi digenggamannya.
Di bawah? Tidak ada.
Di sebelah kanan? Tidak ada.
Di sebelah kiri? Tidak ada.
Apa ada di belakang? Ia membalikkan tubuhnya, Irene menghela nafas kasar, cincin itu juga tidak berada disini. Dicuri? Ah, tidak mungkin. Jelas-jelas tadi dia yang menjatuhkan cincin itu, "Aigoo! Dimana!?" gerutu Irene, ia mengalihkan pandangannya ke jalan. Dan benar saja, matanya membulat sempurna melihat benda berkilauan berada di atas jalanan beraspal, "Dapat kau." Irene segera menghampiri cincin itu, baru saja ia akan membungkuk guna meraih benda itu, tiba-tiba terdengar bunyi klakson.
Keras, sangat keras hingga membuat beberapa orang yang berlalu lalang menghentikan langkah mereka. Mobil sedan berwarna hitam itu membelah jalanan dengan kecepatan diatas rata-rata, mobil itu tak terkendali.
"Oppa, untuk apa semua ini?"
"Untukmu."
"Mwo? Untukku?"
"Astaga, bagaimana bisa aku jatuh cinta pada gadis lola sepertimu?"
"Ish, apaan sih!? Orang nanya juga."
"Baiklah, dengarkan aku baik-baik. Aku tak akan mengulanginya lagi. Seumur hidupku."
"Ok, i'm listening."
"Ehm! Bae Irene, will you marry me?"
Tiit! Tiit! Tiit!
Braaak!!
"..."
"Yes, I will."
END
