BITE
You're a hero. You save anybody. But, who will save you?
Son Seungwan
"Wae, Yeri? Suaramu lemah sekali."
•••
"Diberitakan, sore tadi pukul 17.45 waktu setempat. Seorang wanita berumur sekitar 30 tahunan digigit oleh seekor anjing jenis Golden Retriever—maaf—wanita itu bukan digigit tapi menggigit anjing jenis Golden Retriever. Maaf atas kesalahan tadi. Sekarang kita beralih ke berita selanjutnya ..."
Wendy menggeleng heran saat mendengar siaran berita yang baru saja ia tonton. Menggigit anjing? Yang benar saja. Dunia sudah semakin gila rupanya, "Aneh-aneh saja." gumamnya sambil melanjutkan pekerjaannya yang tertunda, mengaduk adonan kue untuk ia jual besok.
Atensinya teralih saat pintu ruang utama terbuka, menampilkan seorang wanita yang usianya tak terpaut jauh. Hanya berbeda selisih 2 tahun darinya, Kim Yerim.
"Anyeong." sapa Yeri—nama panggilannya—lemah. Ia menghembuskan nafas pelan seraya memegang tangan kanannya yang terbalut kasa putih.
"Wae, Yeri? Suaramu lemah sekali." kekeh Wendy sambil menuangkan adonan kuenya ke cetakan dan memasukkannya ke dalam oven. Wendy menekan tombol timer lalu melepaskan celemek yang menutupi tubuh bagian depannya.
"Jangan menertawaiku. Hari ini aku sedang sial." ketus Yeri.
"Sial? Geurae?" Wendy tertawa, "Apa kau kencanmu dengan Kyungsoo batal?"
"Ish! Shut up!" pekik Yeri, "Bukan itu, Eonni. Jadi kok, romantis malah. Hanya saja pas mau pulang, tiba-tiba ada pria gila yang menyerang kami. Lihatlah! Tanganku sampai seperti ini." Wendy mengalihkan pandangannya kearah pergelangan tangan Yeri. Benar-benar luka yang sangat parah, "Kyungsoo Oppa juga kena. Untung saja tempat kencan kami tak terlalu jauh dari rumah sakit." tambah Yeri.
"Oh, syukurlah kalau begitu." Wendy mendekati Yeri dan duduk di sebelahnya, memperhatikan dengan seksama luka yang dialami Yeri.
"Ish! Don't touch it, Eonni!" sungut Yeri saat Wendy berusaha menyentuh lukanya.
"Bagaimana dia menyerangmu?"
Yeri meringis pelan, memegang pergelangan tangannya yang masih mengeluarkan darah, "Dia menggigitnya."
"Menggigitmu?"
"Ne, gila bukan?" Yeri bangkit dari sofa, "Aku istirahat dulu ya. Kepalaku tiba-tiba pusing. Dah."
Ceklek!
Baam!
Wendy mematung, menatap intens pintu kamar Yeri yang kini sudah tertutup rapat. Berita tadi? Orang gila? Digigit? Belum lagi Yeri tiba-tiba pusing? Apa maksud dari semua ini? Jangan-jangan ...
"..."
"Akh, tidak mungkin." Wendy menepis semua dokrin negatif yang menyelubingi otaknya, "Zombie cuma ada di film."
•••
Krieet!
Wendy yang baru saja selesai mengeringkan rambutnya sontak terkejut saat mendengar suara pintu kamarnya terbuka. Ia segera menoleh dan mendapati Yeri yang sedang berdiri di ambang pintu, "Yeri, kenapa kau tiba-tiba masuk ke kamarku!?"
"Lapar."
Wendy menekuk bibirnya, "Kalau lapar masak sana. Ada mie instan diatas lemari."
"Makan." Yeri semakin mendekat, langkahnya sedikit pincang. Wendy menelan ludahnya sendiri saat memperhatikan tetesan darah yang mengalir deras dari pergelangan tangan Yeri.
Wendy menutup hidungnya saat indra penciumannya menghirup bau aneh yang menyengat. Mirip seperti bau bangkai tikus. Mata Wendy membulat sempurna. Luka dipergelangan Yeri mulai menghitam, lalat-lalat sampah juga terlihat sedang menempel diatas perban Yeri. Astaga, tangannya sudah membusuk!
"Da ... ging."
"Ye-Yeri, kau kenapa?" Wendy mundur beberapa langkah, mencari-cari sesuatu yang bisa ia gapai. Sesuatu yang tajam. Atau apapun yang bisa melindungi dirinya saat ini. Wendy semakin panik. Sialan, dimana guntingnya?
"Graaa!"
"Akh! Hentikan!"
"Daging!"
"Yeri! Aaggh! Sa-sakit!"
Crasss!
"Yeri!!"
"Mau kaki."
Craas!!
Krauk! Krauk!
"Ye ... Ri."
Krauk! Krauk!
"..."
"Enak."
END
