Imagine With Us
Little Secret (ft. Xi Luhan — Part 2)
[ Romance, Adult, Kekerasan, Fourshoot ]
Luhan menghela nafas berat, memikirkan tubuhnya yang begitu berhasrat hanya dengan menatap wajah imut gadis kecil itu. Siapa lagi kalau bukan Eun Ji, keponakannya.
"Lama-lama aku bisa gila." lirihnya. Ini adalah hari terakhir ia menginap dirumah Noona nya. Dan ia memutuskan untuk menghabiskan malamnya di taman belakang, hanya untuk sekedar menenangkan pikirannya yang kacau balau. Sesaat, Luhan mengambil rokok di saku celananya dan tak lupa juga korek api, kebiasaannya jika ia sedang mengalami stres berat.
"Ahjussi? Ahjussi merokok ya?"
"Eh? Eun Ji." Luhan terperanjat saat mendengar suara imut milik gadis kecil itu, secepat kilat ia membuang rokok yang baru saja ia hidupkan dan menginjaknya hingga apinya mati.
'Poor, my cigarette.' batinnya, menatap nanar rokok yang baru saja padam akibat injakannya tadi. Sudah lupakan. Yang penting image nya tidak buruh di depan Eun Ji. Sweater tebal berwarna peach bermotif bunga yang menutupi tubuhnya hingga selutut. Tak lupa bau khas minyak telon dan minyak wangi bayi yang menguar dari tubuh gadis kecil itu. Tidak, bahkan Eun Ji belum pantas disebut sebagai seorang gadis. Tapi bagi Luhan, semua yang ada di diri Eun Ji begitu indah dan menawan. Mengalahkan pesona model-model wanita berbadan semok yang biasa menggodanya di klub.
"Merokok itu enggak bagus loh, Ahjussi! Nanti Ahjussi sakit apa namanya? Sakit kan-kan ... Ah, sakit kanker paru-paru!" seru Eun Ji sembari menyerang Luhan dengan tatapan marah khas anak-anak. Luhan hanya tertawa kecil dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, salah tingkah.
"Hehehe ... Mianhaeyo, Eun Ji." kekeh Luhan. Ia tak tahu apa yang harus ia lakukan, lebih baik dia mengalah. Toh, gadis itu mengatakan hal yang benarkan?
Eun Ji melangkahkan kakinya, kemudian menjatuhkan bokongnya di bangku taman, tepat di sebelah Luhan, Eun Ji menoleh, kedua hazelnya meredup saat bertemu dengan manik hitam milik Luhan, "Ahjussi jangan merokok lagi ya? Eun Ji enggak mau Ahjussi sakit. Eun Ji sayaaaang sama Ahjussi."
Mata Luhan membulat saat mendengarkan kata 'sayang' yang baru saja keluar dari bibir Eun Ji. Bahkan sekilas, sembarut merah terlukis di kedua pipinya. Perasaan senang sekaligus bahagia tak bisa ia sembunyikan dari siapapun saat ini.
"Eun Ji sayang dengan Ahjussi?" Eun Ji mengangguk kuat, "Sayang seperti apa?" tanya Luhan sembari mengusap lembut surai hitam Eun Ji. Luhan penasaran, seperti apa dirinya dimata gadis kecil ini.
"Hm, bagaimana ya?" alis Eun Ji menekuk, memikirkan jawaban apa yang akan ia berikan pada Luhan. Tak lama ia tersenyum dan mengangkat wajahnya, "Sayang seperti Eun Ji sayang dengan Eomma dan Appa! Eun Ji sangat menyayangi mereka." katanya girang.
Seketika Luhan menghentikan usapannya. Hatinya seakan perih saat mendengar penuturan Eun Ji. Luhan tersenyum—ah, tidak—mungkin lebih tepatnya 'terpaksa' tersenyum. Luhan mengutuk dirinya sendiri. Tak seharusnya ia berpikiran naif seperti itu. Berpikir bahwa suatu saat gadis ini akan memiliki perasaan yang sama terhadapnya, membalas perasaannya dan akhirnya gadis di hadapannya ini akan menjadi miliknya, seutuhnya. Hanya untuk dirinya. Hai, bodoh. Apa yang sedang kau harapkan dari gadis kecil ini?
"Uh, terima kasih, Eun Ji. Itu sangat berarti bagi Ahjussi. Tapi, Ahjussi boleh minta sesuatu sama Eun Ji?" ujar Luhan sambil mengusap lembut pipi pualam Eun Ji dengan ibu jarinya. Ia mohon, sekali saja. Tuhan, bolehkan ia mencuri 'sesuatu' dari gadis ini.
"Ahjussi mau meminta apa?" Pandangan Luhan jatuh pada bibir ranum itu. Bibir mungil yang seakan menghipnotis pikirannya selama ini. Menggoda dirinya untuk melumatnya habis hingga bibir itu membengkak, membayangkannya saja sudah membuat nafsu birahinya bangkit. Sialan, ia benar-benar dalam masalah.
Ibu jarinya bergerak, mengusap lembut bibir mungil itu. Meresapi tekstur kenyal bibir pink milik Eun Ji. Luhan sangat yakin, bibir gadis itu masih suci, belum pernah disentuh oleh siapapun, "Ini ..." suara Luhan mulai memberat, menatap bibir Eun Ji dengan penuh nafsu, "Bolehkan?"
Eun Ji yang tak begitu memahami maksud Luhan hanya menganggukkan kepalanya. Menuruti permintaan—yang menurutnya—tak masuk akal. Meminta bibirnya? Apa yang ia mau dari bibirnya? Pikir Eun Ji sejenak.
"Hm, boleh." Luhan tersenyum penuh kemenangan. Selamat Eun Ji. Kau berhasil membuat fantasi liar dari pria bejat ini terwujud.
"Ok, sekarang Eun Ji duduk disini." Luhan menepuk-nepuk pahanya, memberi isyarat agar Eun Ji duduk disana. Tanpa mengeluarkan sepatah katapun, Eun Ji duduk di atas paha Luhan dengan arah menyamping, sembari menatap wajah Luhan bingung.
"Sekarang tutup mata Eun Ji." bisik Luhan seraya mengusap pipi Eun Ji, hatinya bersyukur, Eun Ji adalah anak yang penurut.
"Seperti ini, Ahjussi?" balas Eun Ji yang tengah menutup kedua matanya.
Sudut bibir Luhan naik, "Ne, seperti ini." Luhan menarik pinggang kecil Eun Ji agar merapat ke tubuhnya, sementara tangannya yang satu mengusap pipi gembul Eun Ji merambat ke arah tengkuk guna mendekatkan wajah mereka.
Mata Luhan terpaku saat melihat bibir cherry Eun Ji yang sedikit terbuka. Memancing dirinya untuk mengabsen setiap inci mulutnya. Luhan mulai memiringkan kepalanya, mencari posisi yang pas untuk menyatukan bibir mereka berdua. And he do it.
Pertama hanya kecupan biasa. Sekali.
Cup!
Dua kali.
Cup!
Hingga pada akhirnya, ia termakan hawa nafsunya. Dia mulai melumat bibir itu, "Ngghhh ..." Rasanya manis.
"Ahjusss ... ssi! Ngghh ..." tak sabar, Luhan menjilat permukaan bibir Eun Ji. Seakan memberi isyarat untuk membuka belahan bibir mungil itu. Luhan menggeram saat jilatannya tak mendapat respon dari Eun Ji. Ia menggigit pelan bibir bawah Eun Ji.
"Aaahh! Nggghhh ..." Lidahnya bergerilya, mengabsen tiap gigi susu Eun Ji satu demi satu, bahkan sekarang ia tengah menggoda lidah Eun Ji untuk ikut bermain bersamanya.
"Sshhh ..." Luhan mendesah saat Eun Ji tak sengaja menghisap lidahnya. Yang tanpa gadis kecil itu sadari, membuat pria itu semakin bernafsu untuk menjamah bibirnya.
"Ngghh! Aangghhh! Ah-Ahnn ..." Eun Ji mulai memberontak, ia menggelengkan kepalanya ke kiri dan ke kanan. Nafasnya terasa sesak. Tangan mungilnya memukul pelan dada bidang Luhan. Seakan memberi tahu pria itu kalau ia sudah melampaui batas.
"Aaah ..." akhirnya, Luhan melepaskan pagutannya dari bibir Eun Ji. Pandangannya jatuh kearah bibir bawah Eun Ji yang sedikit membengkak. Luhan menyeringai. Mengagumi maha karyanya yang satu ini. Astaga, apa ia terlalu ganas?
"Ahjuss- Eum ..." perkataan Eun Ji terpotong saat lidah Luhan menjilat sisa-sisa salivanya yang tertinggal, meleleh keluar dari sudut bibir Eun Ji.
"You're so sweet, my babygirl." bisik Luhan tepat di depan bibir Eun Ji.
"Ahjussi ..." Eun Ji terisak, "Apa ... Hiks ... yang Ahjussi lakukan pada ... Hiks ... Eun Ji?"
Luhan terdiam sesaat, menjauhkan wajahnya beberapa senti lalu mengusap air mata yang turun dari pelupuk mata gadis kecil itu, dia tersenyum, "Ahjussi hanya ingin mengambil sesuatu dari Eun Ji."
Kening Eun Ji mengkerut, tanpa menghentikan isakannya, bibirnya mencebik, "Maksud ... Hiks ... Ahjussi?"
Luhan tertawa lalu menempelkan hidungnya tepat di depan hidung mungil Eun Ji, gadis kecil yang berhasil masuk ke dalam relung hatinya. Dengan mata bulat yang selalu berbinar-binar saat menatap dirinya, hidung mungil yang tampak pas di wajah imutnya, kulit seputih susu dan sehalus kapas serta bibir cherry yang begitu menggoda. Dia benar-benar sudah gila.
"Jika sudah besar nanti Eun Ji pasti mengerti. Tapi, Ahjussi boleh meminta satu hal lagi pada Eun Ji?" ujarnya sambil mengusap pipi pualam Eun Ji, menenangkan gadis ini. Hingga isakannya mereda.
Eun Ji mengangguk, "Boleh. Tapi, jangan bibir lagi ya, Ahjussi." Eun Ji meringis pelan sembari memegang bibir bawahnya, "Bibir Eun Ji lagi bengkak."
Luhan menghela nafas, padahal ia masih ingin mengulum bibir mungil itu. Tapi apa boleh buat, ini adalah permintaan gadisnya. Gadis kecilnya, "Baiklah."
Luhan menyodorkan jari kelingkingnya, "Berjanji sama Ahjussi. Eun Ji tidak boleh memberi tahu siapapun, bahkan Eomma dan Appa Eun Ji. Ok?"
Eun Ji tersenyum dan melingkarkan jari kelingkingnya, "He'em. Eun Ji janji.
🍂🍂🍂
"Berapa usianya?"
"Sepuluh tahun."
Seketika wine yang baru saja pria itu teguk menyembur keluar. Dan tentu saja membuat pria yang duduk tepat disebelahnya itu speechless bukan main. Untung saja di bar ini hanya ada mereka berdua. Jika tidak, mungkin kini mereka akan menjadi pusat perhatian bagi siapapun yang ada di sana.
"Fuck you, Luhan! She's just a kid!" pekik pria itu, menatap Luhan tak percaya.
"I know that, Xiumin." ucap Luhan seraya memutar bola matanya, ia sudah menebak pasti akhirnya akan seperti ini.
"Apa yang sudah kau lakukan padanya?" ucap Xiumin seraya menatap Luhan—sahabatnya—dengan tatapan curiga.
"Wae? Kenapa kau tersenyum seperti itu!? Jangan-jangan kau sudah ..."
Bugh!
"Aduh!"
Luhan sontak menghadiahi lengan Xiumin dengan sebuah pukulan keras, "Tidak sejauh itu, Xiu. Just a kiss."
Xiumin menggeleng pelan, "Astaga, Luhan. Kau benar-benar sudah gila." Xiumin menghela nafas, "Menyukai gadis sekecil itu."
Luhan tersenyum pilu, "Ya, begitulah." Benar kata temannya yang satu ini. Dia, Xi Luhan. Pria yang dikenal sebagai The Player—penghancur wanita—telah jatuh hati pada gadis lugu serta belum cukup umur, "But, i like her. No, maybe i love her. So fucking hard."
🍂🍂🍂
Beberapa tahun kemudian.
Suara desahan terdengar jelas di kamar bernomor pintu A-37. Bersautan dengan bunyi yang sama dari kamar-kamar lainnya. Fasilitas hotel bintang lima dan pelayanan plus-plus dari pihak 'penghibur'. Membuat Love Hotel yang berlokasi di Insadong menjadi tempat favorit pria hidung belang untuk memuaskan hasrat mereka. Tak terkecuali pria yang satu ini, dia sudah menjadi pelanggan tetap disini.
"Uhh ... Eungh ... Akh! Engh!"
"Aahh! Dammit!"
"Ple-please ... Don't tease, me! Aakh!"
"Fuck me, plea- Aaaahh!"
Pria itu menyeringai saat menyaksikan raut gelisah yang terpancar jelas dari wajah wanita itu. Peluh keringat membasahi tubuh naked wanita itu. Selimut yang tadinya rapi terpasang kini telah berantakan. Sementara, si Pria hanya topless dengan celana jeans yang masih melekat ditubuhnya, bersandar di pintu kamar.
"Eungh! Aakh! D-daddy! Please, inside me!"
Sebuah dildo menancap di dalam liang senggama milik wanita itu. Kedua tangannya terikat diujung ranjang. Ia mendesah panjang saat mencapai pelepasan. Tapi tentu saja, pria yang menjadi partner sex nya selama beberapa tahun terakhir ini tak akan membiarkannya bisa tidur dengan tenang.
"Aaaaaaaahhh!!!" Ia sungguh tersiksa, benar-benar tersiksa. Sudah berkali-kali ia orgasme karena mesin sialan itu. Tapi, tentu saja tak ada yang bisa mengalahkan sensasi nikmat sodokan benda panjang dibalik celana jeans pria itu, apalagi saat cairan cintanya mengalir didalam rahimnya, hangat pastinya.
"Gadis nakal." desis Luhan, ia melepaskan celana jeans dan menurunkan boxer yang menutupi penisnya. Wanita berambut panjang sebahu itu hanya bisa menelan ludahnya saat matanya tak sengaja berpapasan dengan benda panjang berukuran big sizes itu, "You'll get a punishment."
🍂🍂🍂
Wanita itu terus memperhatikan pria berwajah angelic yang tengah mengenakan pakaiannya yang berceceran di lantai. Berbanding terbalik dengan dirinya yang hanya ditutupi oleh selimut tebal, menutupi tubuh polosnya. Lehernya penuh dengan kissmark, bekas tamparan juga terlihat di kedua pipinya, sudut bibirnya yang tampak berdarah dan jangan lupa rambutnya yang sedikit acak-acakan. Semuanya karena pria itu. Jika sudah bercinta, Luhan akan tampak seperti hewan buas yang tengah bermain-main dengan mangsanya. Begitu dingin dan mengerikan.
Wanita itu hanya menghela nafas berat. Selama 2 tahun, ia sudah biasa mengalami hal 'mengerikan' seperti ini. Biasanya mereka hanya melakukannya sebanyak 2 kali seminggu, tapi akhir-akhir ini atensi kegiatan mereka semakin sering. Bahkan bisa sampai 5 kali dalam seminggu. Membuat dirinya tak bisa berjalan dengan 'normal'.
Tapi, ada satu hal yang membuat hatinya perih setiap kali bercinta dengan pria yang satu ini. Pria ini tak pernah mendesahkan namanya. Tapi nama gadis lain—dia rasa—adalah gadis yang Luhan sukai. Pandangannya meredup, hatinya seakan tertusuk ribuan jarum tak kasat mata. Setiap kali mereka bertemu, saling menyentuh, menautkan lidah, menyatukan raga mereka. Hatinya selalu bertanya-tanya, apakah pria brengsek ini memiliki perasaan yang sama dengannya?
"Daddy ..." lirihnya saat Luhan tengah membelakanginya sambil mengenakan kaos hitamnya.
"Hm?" sahut Luhan tanpa mengalihkan pandangannya ke arah wanita itu.
"Siapa dia?"
Luhan terdiam sejenak, menoleh, membalas tatapan lemah wanita yang sudah ia gagahi tadi, "Bukan urusanmu, Tiffany." balas Luhan.
"Luhan-" kedua mata Tiffany memanas, "Apa kau menyukaiku?"
Hening beberapa saat, sebelum Luhan kembali melanjutkan kegiatannya, mengenakan ikat pinggang, "Maaf, aku tak pernah menyukaimu."
Air mata yang berusaha ia tahan seketika tumpah. Tiffany menangis, lebih tepatnya menangisi kebodohannya selama ini, "Dasar bajingan." desisnya.
Mendengarnya, Luhan berbalik, dia hanya terkekeh seraya memamerkan smirknya. Memandang Tiffany dengan tatapan mengejek, "You know, Tiffany? For me, you're ..." pandangannya menggelap, membuat tubuh Tiffany bergetar hebat, "Just a partner sex. Remember that ..."
"My ex baby."
🍂🍂🍂
Kim Eun Ji, gadis yang dulu di kenal sangat pemalu dan lugu kini telah menjadi gadis primadona di sekolahnya. Sekarang usianya sudah genap 17 tahun. Tubuhnya yang tidak terlalu tinggi tetapi ramping dengan wajah cantik dan rambut hitam pekatnya yang tergerai indah. Jangan lupakan juga kedua bola matanya yang lebar dengan hazel sebening madu, membuat siapapun merasa tenang saat memandangnya.
Saat ini ia tengah melangkahkan kaki menuju rumah tercintanya. Sesekali ia menghela nafas berat dan mengeluarkan sumpah serapah terhadap guru-guru tak tahu belas kasihan membebani muridnya dengan tugas yang menggunung.
Sungguh, seharusnya di semester dua ini ia sudah mempersiapkan diri untuk ujian kenaikan kelas. Bukannya mengurus tugas yang menurutnya tak penting untuk dikerjakan. Menghias taman sekolah, membawa tanaman bunga dan sebagainya. Sungguh, itu semua tak memiliki sangkut pautnya dengan pelajaran di sekolah.
"Menyebalkan!" kutuknya lagi. Ia mengulum senyuman saat menatap siluet rumahnya yang kira-kira hanya beberapa puluh meter dari tempatnya sekarang. Ekspresi leganya seketika berubah saat menatap mobil sport hitam yang terparkir di depan rumahnya, "Mobil siapa itu?" gumamnya.
"Ah, sudahlah. Bukan urusanku." sambungnya lagi. Dia melanjutkan langkahnya, membuka pagar besi dan mengetuk pintu rumahnya.
Tok! Tok! Tok!
Tak lama pintupun terbuka.
"Eoh! Kau sudah pulang, sayang?" sambut wanita cantik yang sudah menembus kepala empat, siapa lagi kalau bukan sang ibu.
"Ne, Eomma." Eun Ji mengecup tangan Eomma nya, "Ada tamu?"
Nyonya Kim mengangguk, "Ne, ada. Masuklah."
Eun Ji tersenyum kemudian mengekori ibunya dari belakang. Menuju keruang tamu, setidaknya ia harus mengenalkan dirinya di depan tamu orang tuanya. Tapi, langkah gadis itu tiba-tiba terhenti, menatap kaku siapa orang yang tengah bersenda gurau dengan ayahnya.
"Ah, my beloved daughter. Come here." panggil sang ayah yang tentu saja membuat atensi orang di sebelahnya kini beralih pada dirinya. Matanya, wajahnya, rambutnya, bibirnya, tubuh tegapnya, suaranya, tatapannya. Semuanya masih sama. Tak ada yang berubah barang setitikpun. Bahkan, pesona pria itu bertambah kuat diusianya yang tak bisa dibilang muda lagi.
"Lama tak bertemu, Eun Ji."
Eun Ji meneguk salivanya. Dia adalah ...
"Ahjussi ..."
TO BE CONTINUES
