Imagine With Us 2017 Chapter 7 : Moonlight (ft. Huang Zi Tao)

Posted by Lee Yena, Released on

Option


Imagine With Us

Moonlight (ft. Huang Zi Tao)

[ Adult, Mistery, Fantasy, Kekerasan, Oneshoot ]


Ye Na p.o.v


"Tolong!" teriakkanku memenuhi langkah disepanjang jalan tanah yang dipenuhi bebatuan tajam, berusaha mencari pertolongan yang ada. Nafasku terengah-engah. Langkah kakiku kian terasa berat. Mengikuti alur hutan belantara yang tak ada habisnya. Hanya naluri yang ku ikuti, kakiku terus melangkah hingga aku berhenti didepan jurang yang begitu terjal.


"Sialan! Sialan! Iblis sialan!" sumpah serapah tak henti meluncur dari bibirku. Sudah seharian aku berlari mengarungi kerasnya hutan belantara. Tapi tak satupun ku temukan tanda-tanda kehidupan manusia disekitar sini. Benar-benar sunyi dan layak untuk ditinggali berbagai macam makhluk buas pemakan daging.


"Astaga, bagaimana ini?"


Awuuuuuuuu!!!!


Aku terhenyak saat gendang telingaku menangkap lolongan serigala menggema keras, memenuhi sunyinya malam dengan suaranya yang menggelegar. Aku mengusap tanganku pelan dan mengambil langkah mundur. Menjauhkan ragaku dari terjalnya jurang dihadapanku.


Perlahan aku membalikkan tubuhku yang sudah terasa letih tak tertahankan. Aku menghela nafas. Perasaan tertekan dan putus asa kembali menyergap hatiku. Membuat asaku kian tergerus hilang dari pikiranku. Hingga, mataku membulat saat menemukan gua yang terletak tak jauh dari tempat ku berdiri. Kira-kira hanya sekitar 100 meter dari sini.


"Mungkin aku bisa beristirahat disana." gumamku pelan. Kuputuskan untuk mengistirahatkan tubuhku walau sebentar di gua yang kurasa tak berpenghuni itu. Kulangkahkan kaki telanjangku menapaki tanah hutan yang terasa lembap karena hujan deras yang menerjang sore tadi. Suasana lembap dan gelap khas gua kembali menyapa netra penglihatanku. Aku menghela nafas berat dan mencari tempat yang kurasa lumayan nyaman untuk menyandarkan punggungku.


"Aduh." aku mengaduh kesakitan seraya memegang punggungku yang terasa remuk bersentuhan dengan bebatuan tajam dibelakangku. Rasa dingin mulai menusuk permukaan kulitku.


Aku mengeratkan kedua lututku dan memeluknya erat. Berusaha mencari kehangatan diantara dinginnya malam. Dress mini berwarna putih susu yang kukenakan tak dapat menutupi tubuhku yang sudah terlanjur beku sedingin es.


"Wanita jahat." mataku berkaca-kaca saat mengingat kejadian yang menimpaku tadi pagi. Tak pernah kubayangkan. Seorang ibu, malaikat yang Tuhan kirimkan padaku selain mendiang ayahku telah membuangku seperti layaknya tumpukan sampah dihutan tak berpenghuni ini. Tanpa apapun selain baju yang kukenakan.


Awalnya, kehidupan kami begitu harmonis. Tetapi, semua berubah ketika ayahku meninggal karena serangan jantung. Semua aset perusahaan dan peninggalan ayahku jatuh di tangan ibuku. Ibuku mulai menanggalkan topengnya, memperlihatkan sisi bejat yang tak pernah kusangka mendarah daging dalam hatinya. Ia memperlakukan ku seperti layaknya seorang budak. Hingga pada akhirnya aku tahu, maksud dan tujuan sebenarnya ia menikahi ayahku dan melimpahkan kasih sayangnya kepadaku.


Harta. Ya, dia cuma menginginkan harta ayahku. Dan kehadiran ku didunia ini hanya sebagai alat untuk mempermudah seluruh rencana busuknya yang ia rancang selama bertahun-tahun. Semua yang seharusnya menjadi milikku telah direnggut paksa olehnya. Sekarang aku yakin, ia tengah bersenang-senang dengan pria hidung belang diluar sana. Keterlaluan.


"Hiks ... Hiks ..." dan akhirnya aku menangis. Menangisi semua yang bertubi-tubi menimpaku. Andaikan saja ayah masih hidup. Andaikan saja ayah tak menikah dengan wanita itu. Andaikan semua tak pernah terjadi. Aku meringkuk, menutupi wajahku dari pandangan sang bulan yang seakan mengasihaniku dibalik cahaya keperakannya.


Awwuuuuuuuu!!!


Tubuhku menegang saat mendengar lolongan serigala yang semakin menggelegar memenuhi rimbunnya hutan.


Ggggrrr!!


Suaranya semakin mendekat. Kualihkan pandanganku, menatap waspada pintu-pintu gua. Memastikan bahwa makhluk apapun atau siapapun tak ada didepan sana. Netra mataku semakin menyempit, berusaha memperdalam pandanganku ditengah pekatnya malam.


"Ap-" nafasku tercekat, rahangku seakan terjatuh dari tempatnya saat kedua mataku bertemu dengan makhluk berbulu cokelat gelap dengan tubuh yang sangat besar—dua kali lebih besar dari pria dewasa, taring besar menghiasi sudut bibirnya, dan dua bola mata tajam berwarna merah darah yang seakan menusuk relung jantungku. Seperti manusia serigala? Bukannya itu cuma makhluk mitos yang biasa di ceritakan dalam dongeng penghantar tidur?


'Tidak. Itu tidak mungkin!' Aku berusaha menepis semua dokrin yang menancap dipikiranku. Mereka tidak nyata. Tapi, tak mungkin kedua mataku berbohong.


Aku dapat dengan jelas melihat gigi-gigi tajamnya yang mencuat keluar, seakan memperingatkan siapapun yang berani melewati batas wilayahnya. Aku menelan ludah saat menatap bangkai binatang yang sudah tak berdaya di tangannya. Kuku tajamnya mengoyak tubuh hewan itu tanpa ampun. Lalu menikmatinya seperti layaknya hamburger. Pemandangan yang cukup membuat bulu romanku bergedik hebat. Apa aku akan bernasib sama dengan hewan itu?


Aku terpaku. Sontak aku menutup rapat mulutku. Menghalangi deru nafasku untuk keluar. Bahkan, aku dapat dengan jelas mendengar suara detak jantung ku sendiri yang berpacu gila-gilaan di tengah kemelut yang menyapaku. Aku mengambil langkah mundur, menyamarkan tubuhku di antara bebatuan besar di belakangku.


Krak!


'Sial!' aku mengutuk saat kakiku yang tak sengaja menginjak ranting kecil di belakangku.


Gggggrrrr!!


Tubuhku bergetar hebat saat makhluk itu perlahan mulai merangkak, memperlihatkan gigi-gigi tajamnya dan tak henti menatapku lapar. Mataku sudah memanas, dipenuhi cairan bening yang mulai turun membasahi kedua belah pipiku. Tatapan tajamnya menyihir tubuhku, membuat ragaku membeku ditempat ku berpijak sekarang.


"Hiks ... Hiks ..." bibirku tak mampu lagi untuk menahan isakan yang mulai keluar. Aku tak mampu membayangkan bagaimana nasibku jika makhluk itu berhasil menerkamku, mencabik-cabik tubuhku dan menyantapku sebagai hidangan penutup.


Ayah, aku takut. Siapapun tolong aku ...


Serigala itu semakin mendekat seraya memamerkan gigi-gigi tajamnya yang ku yakin setajam pisau daging. Langkahnya pelan namun tegas. Membuat jantungku tak henti-hentinya berdegup kencang. Bahkan, kedua kakiku terasa begitu lemas seperti jelly. Seakan tak mampu lagi menapak permukaan tanah.


Langkahnya terhenti, sementara netra merahnya tak henti menatapku dengan pandangan yang sulit ku artikan. Posisi kami begitu dekat. Bahkan, aku dapat mencium aroma darah segar yang keluar dari deru nafas makhluk itu. Aku tersentak saat makhluk itu mengangkat lengannya, membelai lembut paha ku yang tak tertutup apapun. Kurasakan kukunya bergesekan dengan permukaan kulitku. Memberikan rasa perih pada saraf-saraf di kulit pahaku. Jari-jarinya mirip seperti yang dimiliki manusia hanya saja berukuran lebih besar dan dilengkapi kuku-kuku tajam yang bisa mengoyak paha ku kapan saja.


"Akh!" aku memekik saat merasakan tangan besarnya menarik pahaku. Membuat tubuhku tepat berada dibawah kungkungan tubuhnya. Walau beresiko aku berusaha melawan, berkali-kali ku melayangkan tendangan dan bogem mentah pada tubuh makhluk itu. Tapi tak ada satupun yang berhasil. Tubuhnya begitu keras seperti baja.


Derai air mata terus membasahi pipiku. Tubuhku bergidik ngeri. Aku dapat dengan jelas melihat kematian telah menunggu didepanku. Tidak! Aku tidak ingin mati konyol seperti ini.


"Lepaskan! Akh!" dengan sekali tarikan, ia mengoyak dress putih yang ku kenakan. Menampakkan bagian tubuh yang tak pernah ku tunjukkan pada siapapun. Dengan bra hitam dan celana dalam dengan warna senada, membuat tubuhku langsung bersentuhan dengan dinginnya angin malam dan kerasnya permukaan tanah serta bebatuan dibawahku.


Serigala itu menyeringai, memamerkan gigi-gigi tajamnya padaku. Bibirku bergetar hebat. Tak kuat, aku menutup mataku rapat-rapat. Aku tak mampu membayangkan apa yang akan terjadi padaku. Aku takut, nasibku akan sama seperti bangkai tadi.


Aku terhenyak saat merasakan deru nafas serigala itu mengenai wajahku. Semakin lama semakin dekat. Aku terkesiap saat merasakan lidah kasarnya mulai menyentuh permukaan pipiku.


"Hiks ..." lirihku saat lidah besarnya terus menjilat permukaan wajahku. Seperti menikmati permen lolipop. Setelah beberapa menit, ia berhenti mengeksplorasi wajahku.


Perlahan aku mengoyak pelupuk mataku. Mata merah itu mengintimidasi ku. Aku terdiam saat mata kami bertemu. Saling beradu pandang. Hingga perasaan aneh mulai menggerogoti hatiku, entah mengapa tatapan makhluk ini begitu ... Dalam?


"Aku mohon ..." lirihku, "Jangan bunuh aku." sambungku lagi. Entah apa ia mengerti atau tidak, aku tidak tahu. Yang bisa kulakukan saat ini hanya pasrah, menyerahkan nasibku seluruhnya pada Tuhan.


"Grr ..." geraman kecil keluar dari bibir makhluk itu.


'Apa?' Mataku mengerjab, tak percaya dengan apa yang kulihat sekarang. Perlahan, bulu-bulu disekujur tubuhnya menghilang, tubuhnya besarnya menyusut, kuku-kuku panjangnya tak lagi tampak. Tak ada lagi wujud serigala yang mengerikan. Yang ada hanya pria kekar bertelanjang dada yang tengah menindih tubuhku.


Tuhan, dia sangat ... Tampan.


Mulutku tak mampu lagi berkata-kata. Yang kulakukan hanya mengagumi apa yang tengah kulihat sekarang. Keheningan menyelimuti kami selama beberapa menit, tubuhku terdiam saat merasakan jari-jarinya membelai lembut pipi kananku. Begitu lembut. Hingga tubuhku tak kuasa menolak sentuhannya. Lingkar hitam disekeliling matanya semakin menambah kesan sangar pada dirinya. Tapi, itu tak berlangsung lama saat bibirnya mulai melengkung indah.


"Cantik." ungkapnya seraya tersenyum padaku.


'Di-dia bisa berbicara!?'


Kurasakan jempolnya mengusap sudut bibirku secara perlahan, "Sangat cantik."


Slurp!


"He-hentikan!" gertakku saat lidahnya kembali menjamah pipiku. Merasakan salivanya membasahi pipi kananku. Menggelitik permukaan kulitku. Kedua tanganku berusaha mendorong dada bidangnya, tapi percuma. Tenagaku masih kalah jauh dengannya.


"Kau manis."


Kurasakan nafas hangatnya mendekati daun telingaku. Membuat tubuhku meremang karenanya. Tak lama ia menjilat daging sensitif di belakang telingaku, "Ugh ..." lenguhku.


"Tenanglah." ia kembali menjilat pipiku, "Aku tak akan membunuh gadis cantik sepertimu."


"Tapi ..." ia menggantungkan kalimatnya.


"Akh!" pekikku saat merasakan tangan besarnya meremas kasar buah dadaku dan mulai melecuti bra yang ku kenakan. Ia membuangnya asal diatas tanah. Sekarang tubuhku topless. Sama sepertinya. Kurasakan ia semakin mendekap erat tubuhku. Membuat dada kami saling bergesekan dengan cara yang sensual.


"Aku akan menikmati tubuhmu."


"Aah ..." ia semakin ganas meremas dada kananku, sementara dada kiri ku yang tadi menganggur sekarang berada dalam lumatan bibirnya. Lidah panasnya terus bermain diatas sana. Sesekali ia menggigit kecil dadaku, memberi tanda-tanda kemerahan yang aku yakin tak mudah hilang dalam sehari.


"Aah ... He-Henti ... Kan." lirihku seraya mencengkeram erat kedua lengan kekarnya. Aneh. Bibirku tak henti mendesah atas perlakuannya yang tak masuk akal. Otakku berusaha menolak, tetapi tubuhku malah menginginkan yang sebaliknya. Sentuhan liarnya seakan membangkitkan gejolak dari dalam diriku.


"A-aku ..." tubuhku bergetar hebat saat merasakan bagian bawahku berkedut nyeri. Aku mendesah lemah saat merasakan sesuatu keluar dari dalam sana. Tubuhku sontak lemas, terkulai lemas diatas tanah.


Pria itu menyeringai. Dia melepaskan hisapannya, menciumi perutku dan berakhir didepan kewanitaanku. Hanya dengan sekali tarikan, ia merobek underwear tipis yang kukenakan. Ia melebarkan kedua pahaku, membuat kewanitaanku terbuka lebar di depannya. Pipiku merona merah saat menangkap matanya yang tak henti menatap diriku lapar. Aku mendongak saat merasakan nafas hangat nya menyentuh permukaan terlarang itu.


"Uhm ..." tubuhku menggeliat saat merasakan jilatannya yang tak henti menggoda kewanitaanku. Ia menjilatinya dengan arah naik turun.


Tangan besarnya yang tadi menahan kedua pahaku kini merambat keatas. Meremas kuat kedua buah dadaku. Sesekali memilin pucuk dadaku. Yang kulakukan hanya mendesah atas tindakannya. Jilatannya semakin liar. Hingga membuat tubuhku bergetar untuk kedua kalinya.


"Aah ..." sadar diriku kembali mencapai pelepasan, ia terus memakan cairan aneh yang keluar dari dalam sana. Hingga tak ada setetes pun yang tertinggal.


"A-appo!" pekik ku saat merasakan tiga jarinya masuk kedalam sana. Bergerak maju mundur. Semakin lama semakin cepat. Rintihan kecil keluar dari bibirku. Tapi lama kelamaan rasa sakit itu berubah menjadi sesuatu yang susah untuk di deskripsikan. Dan tubuhku mulai menikmatinya.


Dia terus memaju mundurkan jarinya. Sementara tangan yang satunya tak henti meremas dada kananku. Hingga tak berapa lama tubuhku kembali bergetar hebat. Susah payah dadaku naik turun. Mengatur jalannya oksigen yang seakan terhambat masuk kedalam paru-paru, "Kau sangat basah, sayang."


Dia melepaskan jari-jarinya dari dalam vaginaku. Kemudian dia menarik tubuhku, mendudukkan tubuhku diatas pangkuan kakinya. Dengan posisi kami berhadapan, aku dapat dengan jelas melihat betapa tampan serigala jadi-jadian yang sekarang tengah menjamah tubuhku, "Apa kau merasakannya?" ia meremas kedua bongkahan bokongku, menekan tubuh bagian bawahku hingga bersentuhan dengan sesuatu yang begitu keras di bawah sana.


'Besar sekali!' batinku berteriak.


"Juniorku menegang, sayang." bisiknya tepat ditelingaku, "Dan kau harus memuaskannya."


"Ehm ... Aah ... Aah ..." Tanpa aba-aba, dia mulai menggesekkan miliknya tepat dibawah sana. Bibirku melenguh tak tertahan saat merasakan miliknya yang menegang terus-menerus menggoda milikku yang sudah basah. Sementara kedua tanganku kini mengalung indah dileher kokohnya.


"Aah ... Aah ..." Setelah puas menggesekkan miliknya denganku. Dia mulai memposisikan miliknya tepat didepan bibir kewanitaanku, "Aakh!" lirihku saat merasakan miliknya yang begitu besar menyeruak masuk kedalam sana.


"Sstt ... Tenanglah." bisiknya, pria itu kembali melumat bibirku. Sementara kedua tangannya terus menekan pinggangku. Aku kembali memekik saat miliknya telah memenuhi vaginaku. Dan darah segar mengalir dari sana. Aku sudah tidak perawan lagi. Dia melepaskan pagutan bibirnya dan menempelkan bibirnya tepat didepan dahiku, "Maaf."


"Tapi, tenanglah, sayang. Ini akan menyenangkan."


"Aah ... Aah ... Aah ..." dia mulai menggerakkan tangannya, membuat tubuhku terhentak keatas dan ke bawah di atas pangkuannya. Mulutnya kini turun keatas pucuk dadaku. Menghisapnya seperti bayi, "Aah ... Akh ... A-aku ... Sakit ... Ugh ..." lirihku.


"Sshhh ... Aah ..." Suara decakan semakin terdengar jelas. Pria itu terus-menerus menggerakkan pinggulku ke atas dan ke bawah, "Nghh, sempit sekali." dia mengerang tanpa menghentikan gerakan in-out nya. Entah sudah berapa lama kami dalam posisi seperti ini.


"Nghh ... Aaah ..." dan akhirnya pria itu mendesah. Dia menghentikan gerakannya. Menenggelamkan kepalanya di bantalan dadaku. Sementara aku hanya meringis saat merasakan muntahan spermanya yang sudah memenuhi lubang rahimku. Tangannya bergerak naik, memeluk punggungku erat tanpa melepaskan miliknya yang masih tertancap dibawah sana.


"Terima kasih." ucapnya. Aku terdiam mengamati pria yang masih menenggelamkan wajahnya di nippleku. Ia mendongak, "Jujur, aku tak pernah begitu tertarik pada sosok manusia. Apalagi sampai bercinta dengan mereka. Tapi entah mengapa kau berbeda dan aku menyukainya." dia tersenyum.


Dia diam sejenak lalu melanjutkan kata-katanya, "Siapa namamu, manis?"


"Ye Na imnida."


"Ye Na?" alisnya terangkat, "Nama yang indah."


Blush!


Mendengar pujiannya yang tergolong blak-blakan membuat pipiku memanas. Aku yakin pipiku sudah seperti tomat sekarang.


"Berapa umurmu?" ia kembali bertanya.


"Aku sekarang um ... 17 tahun."


Dia kembali tersenyum, "Tak masalah. Umur kita tak berbeda jauh. Aku hanya lebih tua 7 tahun darimu."


Aku terdiam.


"Huang Zi Tao."


Aku mengerjab, "A-apa?"


"Huang Zi Tao. Kau bisa memanggilku Tao." dia tersenyum seraya memainkan helaian rambutku, "Kalau aku boleh tahu. Kenapa gadis cantik sepertimu berada di hutan ini sendirian?"


"Aku ..." aku menunduk, "Ayahku meninggal Hiks... Dan sekarang ... Hiks ... aku dibuang oleh ibuku." cicitku. Air mataku kembali jatuh saat mengingat betapa kejamnya ibuku saat mengusirku dari rumah yang dari kecil ku tinggali. Aku tersentak saat ia mengusap air mataku dengan ibu jarinya. Ia tersenyum lembut, seakan berusaha menenangkanku.


"Tinggallah bersamaku." dia mengecup bibirku lembut. Hanya berupa kecupan singkat, "Kau, aku dan beberapa Tao junior tentunya." kekehnya lalu mengelus perutku pelan.


'Apa? Tinggal bersamanya?' Aku mengangguk senang. Tapi tak lama dahiku mengkerut, "Apa kita akan tinggal di hutan ini?" tanyaku bingung.


Dia tertawa, "Tentu saja tidak Ye Na sayang. Kita akan tinggal di mansion ku. Tempatnya di kota kecil yang jaraknya lumayan jauh dari hutan ini. Aku di sini hanya untuk mencari 'makan' saja. Tak lebih."


Tubuhku bergidik ngeri saat mendengar candaannya yang menurutku itu sangat. Yah, you know? That is very creepy. Kurasakan tangan besar nya menarik daguku. Memaksa kedua mataku untuk berhadapan langsung dengannya.


"Kau takut padaku?" Aku mengangguk pelan.


"Tenanglah." ibu jarinya terus mengelus daguku, "Kau tak perlu takut. Aku tak pernah memakan manusia. Kami kaum werewolf tak pernah menjadikan manusia sebagai santapan kami sejak 500 tahun lalu." jelasnya.


"Ba-bagaimana aku bisa percaya padamu, Tao Oppa?" Seketika tatapannya berubah menjadi dingin dengan kilatan merah menyala di kedua hazel indahnya.


"Kalau aku ingin memakanmu." dia mendekatkan bibirnya ditelingaku, "Kita tak mungkin ada dalam posisi seperti ini bukan?" bisiknya.


"Uhm ... Tao Oppa." lenguhku saat merasakan lidahnya menjilat tengkuk leher dan kemudian turun ke bahuku. Nafasku tercekat saat merasakan 'senjatanya' yang tiba-tiba membengkak di bawah sana.


"Bagaimana kalau kita lanjutkan saja kegiatan ini?" suara beratnya membuat tubuhku meremang. Mendapati diriku yang tak berdaya dalam dekapannya.


Aku memutuskan untuk menyerahkan tubuhku sepenuhnya pada Tao Oppa. Lagipula, hanya pria ini satu-satunya orang yang bersedia menerimaku sekarang, "Yes, Oppa." bisikku.


END

Komentar

Options

Not work with dark mode
Reset