Imagine With Us
Joker's Trap (ft. Kim Jongdae)
[ Mistery, Adult, Kekerasan, Inc*st, Oneshoot ]
Lee Hanni p.o.v
Udara dingin menusuk kulitku. Membuat sekujur tubuhku seakan membeku didalam lemari es. Kesadaranku perlahan mulai pulih. Telingaku dapat dengan jelas mendengar suara petir yang saling bersautan. Memenuhi langit malam yang diguyur oleh deru hujan dibalik jendela.
Aku mengerjabkan kedua bola mataku yang terasa berat. Perlahanku mengangkat kelopak mataku, 'Gelap?'
Hanya itu yang dapat kulihat dengan kedua mataku. Tak ada satupun cahaya yang masuk kedalam netra mataku. Bahkan kepalaku terasa berputar, seperti berada diatas kapal yang mengarungi samudra. Keping memori mulai memenuhi alam pikiranku. Seperti puzzle yang terpisah-pisah di atas papan. Aku sedang menikmati makan malamku dan tiba-tiba kepalaku terasa pusing. Hanya itu yang kuingat.
Aku merasakan kedua tanganku terikat keatas. Membuat pergerakanku terbatas. Tak ada yang bisa kulakukan selain meronta-ronta, "A-apa!? Uaaah ..."
Tubuhku menegang saat aku merasakan nafas hangat menerpa bagian intimku. Tak berapa lama aku merasakan benda asing tanpa tulang yang merangkak masuk ke dalam sana. Semakin lama semakin liar. Menjilat dan menghisap area terlarang yang selama ini tak pernah disentuh oleh siapapun. Seakan mengaduk perutku hingga aku dapat merasakan otot-otot dibawah sana mulai berkontraksi. Satu hal terbersit dipikiranku. Apa itu tidak menjijikan?
"Aah ... Aaah ..." Tubuhku mengelinjang tak karuan. Seperti dialiri listrik ribuan volt. Ditambah perasaan aneh seakan menggelitik perut bagian bawahku. Seperti ribuan kupu-kupu terbang didalam perutku. Ya, Tuhan. Apa itu?
"Ugh! Lepaskan aku!" gertakku. Kakiku menendang ke segala arah. Berusaha mengenai wajah orang yang telah berani mengotori tubuhku. Tetapi dengan sigap, tangan besar itu mencengkram kembali erat kedua pahaku. Menghentikan tendangan yang sedari tadi kulayangkan padanya.
"Hahaha." tubuhku bergetar hebat saat mendengar tawa iblis itu. Suaranya begitu berat dan memberi kesan dingin pada siapapun yang mendengarnya.
"Nikmati saja, Hanni sayang."
Tunggu dulu. Bagaimana dia bisa tahu namaku?
"Kau!? Siapa kau! Darimana kau tahu namaku!?" Tak ada jawaban yang kuterima. Hanya semilir angin dan rintikan hujan yang sedari tadi berhembus pelan, mengisi kekosongan diantara kami.
Bodoh! Bodoh! Apa gunanya aku bertanya hal yang tak berguna pada pria sialan itu!? Sesaat, ia melepaskan cengkramannya. Yang reflek membuatku mengapit kembali kedua pahaku. Sejenak aku bernafas lega. Berpikir positif kalau pria itu sadar akan perbuatannya dan akhirnya melepaskanku. Tetapi sayangnya, itu semua salah. Seperti fatamorgana ditengah gersangnya gurun Sahara. Semuanya hanya sebatas delusi belaka.
Ddrrrrt!
Tak lama telingaku memanas terdengar suara aneh. Seperti suara mesin? Mesin apa itu!?
"Ini spesial untukmu, Hanni." ia terkekeh, "Tenang saja. Ini menyenangkan. Yah, walau tak sehebat punyaku."
Aku mendecih saat mendengar ejekannya, "Dasar iblis! Cepat lepaskan ikatanku sialan!" Ia menggeram. Tak lama aku tersentak saat ia menangkup kuat kedua pipiku dengan satu tangannya, "Ugh!"
"Jadilah gadis yang penurut, Hanni sayang. Kau tak maukan tubuh indahmu ini terbuang sia-sia di klub malam?"
Kemudian, ia melepaskan tangkupannya dari pipiku. Jujur, aku sangat ketakutan. Tubuhku tak henti bergetar hebat. Tak sanggup membayangkan benda apa yang sedang ia pegang. Air mataku mulai meleleh membasahi kain berwarna gelap yang menutupi kedua mataku. Aku menangis, memohon belas kasihan pada pria bengis itu.
"A-aku mohon ... Hiks ... Lepaskan aku."
"Ssttt ... Sebentar saja, Hanni."
"Lep- Aaakh!" Ia kembali mencengkram kuat kedua pahaku dan melebarkannya. Aku meringis kesakitan saat tangan iblis itu memasukkan benda asing itu kebagian intimku. Benda sialan itu terus saja bergetar dibawah sana. Mengobrak-abrik kewanitaanku tanpa jeda sedikitpun.
"Aah ... Aah ... He-henti ... Aah!"
"Bagaimana? Enak bukan?"
"Mmnnnh ..." aku menggigit bibirku, berusaha meredam suara laknat yang tadi lolos begitu saja dari mulutku.
Drrrrttt!
"Mnnnnhhhh!"
"Apa? Kau ingin aku tambah?"
"Ti ... Dak ... Mnnnnnnhhh!" Aku menghujatnya, memaki-maki pria itu dengan segala julukan terburuk yang ada didunia ini. Tak memperdulikan tata krama ataupun cara berbicara yang selalu diajarkan oleh kakakku. Tidak! Iblis didepanku ini pantas untuk mati!
"Kau iblis sialan! Mmnh! A-akan kubunuh dan kupotong kau! Aah!" umpatku.
Ia tertawa meremehkan, "Ah, kau membuatku takut gadis kecil." Aku merasakan deru nafas pria itu semakin mendekati daun telingaku. Yang tak pelak menambah nuansa mencekam yang sukses menyelimuti perasaanku, "Coba saja, Hanni sayang. Aku tak sabar menunggunya." ancamnya.
"Ka- Aakh!" ucapanku terpotong saat pria itu dengan kasar menarik mini dress yang ku kenakan. Membuat kulitku langsung bersentuhan dengan kasarnya kayu di bawahku. Kayu? Apa aku pingsan diruang makan?
"Ngghhh ... Aaah!" suara erangan akhirnya lolos dari bibirku saat benda itu semakin menggila di bawah sana.
"Hanni." Dengan seenak jidatnya, pria itu menjelajahi setiap inci tubuhku dengan tangannya. Dari paha, pinggul hingga berakhir di puncak dadaku. Ia meremas kuat kedua dadaku yang masih terbungkus bra.
"Aaakh!"
"Untuk ukuran gadis 17 tahun. Punyamu lumayan juga."
"Aaakh! He-hentikan!" Tak ada yang bisa kulakukan selain memohon pada Tuhan. Berharap kalau semua ini hanya sebuah mimpi buruk, "To-tolong! Aaaaaaaaakhh!" Tapi kali ini kurasa, Tuhan tak mendengarkan do'aku.
Kurasakan seluruh ototku menegang. Aku terengah-engah saat merasakan cairan aneh menerobos keluar dari celah kewanitaanku. Kepalaku terasa pening, tubuhku seakan terbang menggapai awan-awan diatas sana. Bahkan sekilas aku dapat melihat bintang-bintang didalam pejaman mataku. Aku membenci ini. Tetapi, kenapa rasanya begitu nikmat?
"Haah ... Haah ..."
"Enak, Hanni?" Dengan seluruh kesadaran yang masih ku miliki. Aku menggeleng kepalaku pelan. Memberi isyarat bahwa aku tak menikmati setiap perlakuan yang ia berikan pada tubuhku. Gadis mana yang menerima jika tubuhnya dilecehkan seperti ini?
That's impossible. Ia tertawa. Aku terperangah, bagiku tawanya seperti belati tajam yang menembus jantungku. Menyayat-nyayat harga diriku hingga hancur berkeping-keping. Begitu dingin dan menyakitkan. Apa dia tak punya hati?
"Tubuhmu jelas-jelas mengatakan yang sebaliknya, sayang." ia mengelus pahaku dan berakhir didekat pangkal pahaku. Tangan nakalnya merambat, mengelus kewanitaanku yang masih berkedut nyeri karena getaran mesin di bawah sana, "Bahkan milikmu sangat basah sekarang."
"Aah!" Ia melepas paksa mesin yang tadi menancap di dalam sana. Membiarkan cairan aneh itu mengalir sempurna membasahi celah pahaku. Nafasku masih terputus-putus, dadaku naik turun, berusaha mengatur jalannya oksigen yang tadi sempat terhambat ke dalam paru-paru.
Tangan besarnya kembali melebarkan kedua pahaku, ia juga menarik sisi pinggulku yang reflek membuat tubuhku bergerak menempel di antara pinggangnya. Aku terkesiap saat merasakan sesuatu menyentuh celahku dibawah sana. Semakin lama semakin besar, bergesekan dengan milikku. Membuat tubuhku kembali menegang dibuatnya.
"Eeugh ..." bahkan erangan tak henti mengalun dari bibirku saat pria itu semakin nekad menggesekkan miliknya di antara celah pahaku.
"Ugh, Hanni." ia menekan miliknya, membuat ku memekik merasakan miliknya yang terasa begitu besar menyentuh bibir vaginaku. Kedua tangannya mencengkram erat pahaku. Membuat tubuhku terpaku diantara cengkaramannya.
"Aaaakh! Hiks! Sakit!" aku kembali memekik kesakitan. Rasanya begitu menyakitkan, tubuhku seakan terobek menjadi dua bagian. Aku tak henti-hentinya menangis saat merasakan sengatan luar biasa yang menghantam bagian terdalamku.
Sementara, gendang telingaku dapat menangkap dengan jelas lenguhan kenikmatan yang pria itu hembuskan. Ia masih terdiam, membiarkan milikku beradaptasi dengan kejantanannya seraya menikmati bagian dadaku yang sudah tak berlapis bra.
"Aah ... Hmm ..." Kulitku terbakar saat merasakan lidahnya bermain-main di atas puncak dadaku. Sementara, tangannya yang satunya meremas kuat dadaku yang menganggur. Membuat tubuhku terbuai oleh permainannya.
"Kau benar-benar nikmat, Hanni." ucapnya di tengah kegiatannya mengeksplorasi dadaku. lidahnya tak henti-henti mengecap dadaku, bahkan tubuhku meremang tak karuan saat merasakan mulutnya yang kian liar. Melahap dadaku seperti layaknya bayi yang kehausan.
Alisku mengernyit saat merasakan pergerakan pinggul pria itu, keluar masuk memenuhi diriku. Udara terasa kian memanas menyelimuti pergulatan yang ia lakukan, berbanding terbalik dengan cuaca dingin yang melanda di kota kebanggaan Korea Selatan, Seoul.
"Aah ... Aah ..." bahkan, desahan laknat tak henti mengalun dari bibirku. Seakan terpacu, ia terus menggenjot miliknya kuat didalam sana. Membuat tubuhku terhentak berkali-kali, "Aaah ... Aah ... Am ... Pun." disela desahanku, aku terus meminta pria itu untuk melepaskanku. Tapi, tak ada jawaban yang kuterima. Aku seperti tengah berbicara dengan patung.
"Ah, sempit sekali." Ia terus menaikkan laju gerakannya tak lupa kedua tangannya yang terus meremas kuat buah dadaku. Membuatku sesekali memekik karena kesakitan. Tak memperdulikan tubuhku yang masih tergolong muda untuk merasakan ritual berkembang biakan makhluk hidup untuk memperbanyak keturunan. Yang dalam bahasa kerennya di namakan 'making love'.
"Hanni." kurasakan tangannya mulai bergerak naik, membuka ikatan tali yang mengekang pergelangan tanganku. Membebaskan kedua tanganku yang sedari tadi terkekang kuat dibuatnya. Ingin sekali ku melayangkan bogem mentah pada wajah pria itu hingga ia babak belur. Tapi percuma, tanganku sudah terlalu lemah untuk bergerak. Dan dia tahu kalau aku sudah tak mampu melawannya.
"Aaah ... Aahh ..." ia menggenggam pergelangan tanganku. Sedangkan salah satu tangannya mengarahkan jari-jariku untuk menyentuh permukaan bibirnya. Dia mencium telapak tanganku dan menghisap pelan jari-jari ku. Membasahinya dengan saliva hangat yang ia miliki tanpa memperlambat genjotannya dibawah sana.
"Aakh!" tiba-tiba pria itu menarik tanganku kasar dan membawa tubuh ku dalam kungkungannya tanpa melepaskan kejantanannya dari dalam vaginaku. Sontak kedua kakiku mengapit pinggangnya agar tubuhku tak terjatuh ke lantai.
Ia terus menghujani wajahku dengan kecupan-kecupan ringan yang membuatku kembali terbuai. Kupegang erat kedua lengan kekarnya, melampiaskan apa yang kurasakan akibat perlakuannya yang tak dapat kupahami. Sesaat ia lembut, tetapi secepat kilat ia berubah menjadi beringas seperti binatang. Sementara itu, jari-jarinya mencengkram erat kedua bokongku seraya terus mengenjotku dalam tempo lambat.
"Aah ... Aah ... Eehm ..." bibirku tak hentinya mendesah. Merasakan miliknya yang begitu besar keluar masuk dari sana. Terus menerus membelah tubuhku. Membuat logikaku tak dapat bekerja, hingga yang ku tahu hanya mengerang dan mendesah. Kurasakan ia melangkahkan kakinya tanpa melepaskan cengkramannya dibokongku. Sesekali menusukku dalam. Tak lama, Ia membaringkanku. Otot tubuhku mengendur saat merasakan lembutnya permukaan kain yang mengenai area kulitku.
"Kau sangat cantik, Hanni." pujinya lalu mengelus pelan pipiku. Tak lama ia melumat bibirku, mengecap dan mengklaim bibirku sebagai miliknya. Ciumannya merambat ke tengkuk leherku. Memberikan hisapan ringan dan gigitan yang terus membuatku menggeliat pelan.
"Aah ... Aah ... Aah ..." pria itu kembali menghunjam miliknya ke dalam diriku. Membuatku kembali merasakan tusukan bertubi-tubi yang ia layangkan. Tubuhku terhentak kuat. Bahkan, ranjangku terus berdecit, menandakan seberapa kuat tenaganya saat menikmati tubuhku.
Kurasakan nafas hangat mulai menerpa perpotongan leherku. Membuat kulit leherku meremang karena kehangatannya. Sementara, tangannya yang satu bersarang dipergelangan tanganku dan yang lainnya tengah memanjakan buah dadaku.
"Aah ... Aaah ... Hanni." dengan sentakan terakhir ia membiarkan seluruh cairan hangatnya memenuhi tubuhku. Membuat tubuhku menegang saat merasakan kehangatan yang menerpa dari ujung rambut sampi ujung kaki. Tiba-tiba ia membalikkan tubuhku. Membuatku tidur dalam posisi tengkurap. Tangan kekarnya mengangkat pinggulku hingga posisiku menungging membelakanginya.
"Aaakh!" aku menjerit saat ia kembali menusuk tubuhku dari arah belakang. Ia kembali menggerakkan pinggulnya, membuat tubuh kami bertubrukan dengan erotis. Tubuhku kembali menegang saat merasakan sensasi aneh yang tadi kurasakan, "Aah ... Aah ... Am ... Pun ... Aakh!"
"Sshhh! Sial ... Ugh ... Kau ... Agh ... Menjepitku."
Plak! Plak!
Ia terus meracau dan menghadiahi bokongku dengan tamparannya. Membuat bokongku terasa panas dan perih diwaktu yang bersamaan, "Aakh! Sakit ... Aaah ... Euumhh!"
"Aakh! Your pussy ... Ugh ... So tight ... Aakh!"
"Aaaaaakhhh!" pekikku saat merasakan pelepasan untuk kesekian kalinya. Tubuhku terkulai lemah, tapi pria itu belum juga berhenti memenuhi diriku. Gerakannya semakin tak terkontrol, membuatku hanya pasrah mendesah dibuatnya. Ia terus menggerakkan miliknya hingga cairan hangatnya kembali membasahi rahimku.
"Ehm ..." aku mengerang pelan saat ia melepaskan juniornya, membiarkan tubuhku terhempas diatas kasur. Tak lama ia membalikkan tubuhku. Kurasakan pria itu menindih tubuhku, membuat kulit telanjangku kembali bersentuhan dengan kulitnya.
"Kau nikmat, Hanni." ucapnya seraya mengecup pelan keningku. Nafasku sudah terengah-engah, bahkan isakan kecil sempat meluncur dari belahan bibirku. Aku lelah. Mataku terasa berat. Otakku sudah terlalu lelah untuk mencerna kata-kata yang ia ucapkan padaku. Perlahan rasa kantuk mulai menyerang. Sedikit demi sedikit aku menutup kelopak mataku yang terasa berat.
End Lee Hanni p.o.v
🍂🍂🍂
"Huaaaaa!!" suara teriakan menggema disepanjang ruangan. Sontak, pria berjaket hitam yang baru saja masuk dengan kantong belanjaan ditangannya dibuat terkejut. Ia segera meletakkan kantong belanjaannya di atas nakas meja dan melepaskan jaket yang melindungi tubuhnya dari terpaan hujan yang masih mengguyuri langit ibukota.
Chen, pria tampan yang kini genap berusia 21 tahun segera berlari ke sumber suara. Betapa terkejutnya ia saat mendapati adiknya yang tengah meringkuk diatas tempat tidur seraya mengarahkan pisau kecil ke urat nadinya.
"Hanni! Apa yang kau lakukan!?" dengan sigap, Chen menggenggam tangan Hanni dan melempar pisau kecil itu hingga terlempar jauh keluar kamar.
"Hiks! Lepaskan aku, Kak!" Hanni berusaha memberontak, berkali-kali ia mendorong tubuh tegap pria itu. Tapi percuma, tenaganya tak sepadan dengan Chen.
"Aku sudah tidak suci, Kak! Aku sudah kotor! Hiks ..." lirihnya. Ia kembali terisak saat Chen menariknya dalam pelukan hangat. Menyandarkan kepala Hanni di dada bidangnya yang tertutup kaos putih seraya mengelus pelan puncak kepalanya.
Gadis dalam kungkungan tubuhnya terus menangis sejadi-jadinya setelah apa yang kemarin menimpanya. Tak ada satupun yang mau membuka suara. Keduanya sibuk menyelam dalam alam pikiran masing-masing. Chen semakin mengeratkan pelukannya. Berbagi kehangatan di tengah suhu udara yang dapat membekukan kulit.
Chen menempelkan permukaan bibirnya di atas dahi Hanni. Mengecupnya pelan. Tatapannya kini turun ke hazel kecoklatan milik Hanni yang tampak meredup. Perlahan nafas Hanni melambat, wajah tegangnya kini tergantikan dengan dengkuran halus. Chen tersenyum, pelukannya selalu saja bisa membuat adik perempuannya terlelap. Lee Hanni, gadis yang 10 tahun lalu sah sebagai adik tirinya.
"Hanni." ia kembali menempelkan bibirnya selembut mungkin di atas permukaan bibir Hanni. Seakan bibir Hanni adalah benda paling rapuh yang pernah ada. Berniat agar kegiatannya tak mengganggu tidur gadis itu.
"Maafkan Kakak."
END
