Chapter 18
My feelings for you. It's never change.
Satu minggu kemudian.
Kai's Home
Pukul 10.00
Aroma harum khas daun teh menguar dari cangkir yang telah berada di atas nampan. Tak lupa juga dua porsi bubur ayam plus tambahan sayuran yang menggugah selera siapapun yang melihatnya, perpaduan antara dua menu yang pas untuk mengawali hari yang lumayan dingin ini.
Hyun Ji, gadis itu mengulum senyuman saat melihat maha karyanya yang telah tersusun rapi diatas nampan. Ia menghela nafasnya pelan, setelah kurang lebih bergumul dengan alat-alat dapur selama lebih dari 45 menit. Ditambah dengan ia harus mengecap rasa makanannya lebih dari 2 kali.
Yang pertama, buburnya terlalu asin. Tenggorokannya bahkan sampai gatal karenanya. Kedua, terlalu hambar. Tak ada bedanya dengan nasi putih biasa yang dicampur dengan air putih.
Untungnya, disaat Hyun Ji mulai putus asa dengan masakannya. Seorang pelayan datang menghampiri dan membantu ia memasak.
"Makasih ya bibi atas bantuannya." ungkap Hyun Ji pada wanita tua yang tengah berdiri disebelahnya, tangannya sibuk membersihkan sisa sayuran dan panci yang tadi mereka pakai.
"Ya, nona. Tak masalah. Lagipula bagian masak-memasak sudah menjadi tugas saya disini."
Hyun Ji tersipu malu, ia memang tak terlalu pandai dalam hal memasak. Tapi itu bukan berarti ia tak mau belajar. Hyun Ji bahkan sempat mengikuti les memasak, walau ia cuma bertahan selama 1 bulan disana.
"Bibi, kalau ada waktu boleh tidak ajari aku cara memasak?" pinta Hyun Ji dengan nada memohon.
"Tidak masalah nona. Kalau saya sedang tidak ada pekerjaan, saya akan mengajari nona cara memasak." ucap pelayan itu.
Hyun Ji tersenyum, "Terima kasih, bibi." pelayan itu mengangguk kepalanya dan melanjutkan pekerjaannya mencuci peralatan masak yang telah menumpuk di atas tempat cuci piring.
Merasa tak enak hati saat melihat pelayan itu membersihkan bekasnya, Hyun Ji jalan menghampirinya, "Sini aku bantu bibi."
"Tidak perlu, Nona. Kalau Nona membantu saya mencuci, nanti bubur dan tehnya keburu dingin." tolaknya halus.
"Oh, begitu ya." Hyun Ji mengangguk pelan, "Baiklah, aku akan mengantarkannya dulu. Sekali lagi terima kasih ya bibi atas bantuannya." ia segera menghampiri nampan tadi dan melenggangkan kakinya keluar dari dapur.
Matanya tak lepas saat memandang apa yang ia bawa diatas nampan. Bibirnya terus saja tersenyum, "Semoga mereka suka." gumamnya.
Langkahnya terhenti saat ia mendapati Kai dan Jae Oh tengah menghabiskan waktu bermain bersama di ruang keluarga, suara tawa Jae Oh dan senyuman Kai sudah seperti candu baginya. Hanya dengan melihat mereka dari kejauhan sudah membuat dirinya senang. Sama seperti dirinya dulu. Dapat merasakan kebahagiaan hanya dengan menatap pria itu dari kejauhan.
Jauh di belakang nya.
"Oppa! Jae Oh!" sapanya seraya tersenyum lebar kearah mereka berdua. Sontak keduanya berhenti dan memandang ke arah Hyun Ji, "Ayo makan."
Hyun Ji meletakkan nampannya diatas meja tak jauh dari tempat mereka bermain. Jae Oh segera berlari menghampiri meja.
"Hm ... Baunya enak, Noona!" seru Jae Oh antusias dengan yang tersaji di atas meja. Dengan segera, Jae Oh duduk dan mengambil sendok ditepi mangkuk, menyantap buburnya dengan lahap. Bahkan sudut bibirnya sudah dipenuhi oleh bubur.
"Jae Oh, makan pelan-pelan." Kai menggeleng heran saat memperhatikan tingkah putra semata wayangnya. Ia berjalan mendekati Jae Oh dan mengelus puncak kepalanya pelan. Kemudian, perhatiannya teralih pada bubur yang ada didepan nya.
"Aku coba ya." Hyun Ji mengangguk, mempersilahkan Kai untuk mencicipi masakannya.
Satu sendok.
Dua sendok.
Kai terus memasukkan tiap sendok bubur di mulutnya hingga mangkuknya bersih tak bersisa. Sementara Hyun Ji hanya terdiam saat menyaksikan nafsu makan Kai yang lumayan besar.
"Oppa lapar ya?" kekehnya, bahkan Hyun Ji sempat tertawa saat melihat bulir nasi disudut bibirnya dan cara makannya yang seperti anak kecil. Membuat Kai tampak sepuluh kali lebih imut dimata gadis itu. Benar-benar seperti bayi besar, pikir Hyun Ji.
"Kalau masih lapar akan kubikinkan lagi." tambah Hyun Ji. Ia terus berusaha menahan gelak tawa saat menyaksikan Kai yang gelagapan menyeka bulir nasi di bibirnya.
"Oppa."
"Hm?"
Entah dari mana keberanian itu muncul, tangannya bergerak, mengelus sudut bibir Kai dari bulir nasi yang masih bersisa. Mengelusnya perlahan. Menikmati tiap inci kulit tan dan sexy yang dimiliki oleh pria itu.
Deg!
Tersadar, Hyun Ji segera menarik tangannya dari Kai. Walau sebenarnya ia masih 'sangat ingin' berlama-lama menyentuhnya.
"Ma-maaf, Oppa."
"Ah, no problem." kata Kai seraya mengedip kan mata kanannya.
Apakah ia sadar kedipan mautnya membuat hati gadis itu meraung kesakitan? Membuat gadis itu berharap lebih padanya? Dan membuat gadis itu berfantasi liar karenanya?
Bohong kalau Hyun Ji mengatakan ia tak berpikir aneh-aneh saat mengingat Kai. Apalagi setelah kejadian itu, membuat dirinya kikuk saat berdekatan dengan pria berkulit eksotis itu. Bahkan ia pernah bermimpi. Dalam mimpinya ia melihat, menyentuh, dan merasakan betapa sempurnanya ABS yang dimiliki oleh Kai.
Blush!
Sekali lagi ia terlihat bodoh di depan pria itu.
"Hyun Ji, pipimu-"
"Gwa-Gwaenchana!" Hyun Ji segera bangkit dari tempatnya duduk, "Ka-kalau Kai oppa mau mencariku. Aku ada di kamar." ia lalu pergi menjauh, meninggalkan Kai yang masih bingung dengan reaksi yang dikeluarkan gadis itu.
'Kenapa dengannya? Apa karena aku?' batinnya.
Kai menggeleng heran. Atensinya kembali fokus pada mangkok yang telah kosong di depannya.
Enak, pikir Kai.
•••
Lusa
Kim Cooperation
Pukul 11.00
Tuk ... tuk ... tuk ...
Kai mengetuk telunjuknya bosan, sedangkan kepalanya bersandar pada telapak tangan kirinya. Ditatapnya malas berkas-berkas yang menumpuk di atas mejanya. Kai memijit keningnya yang terasa berdenyut.
"Sial." umpatnya.
Menghadiri meeting penting yang bisa berlangsung selama 1 jam, berceloteh didepan banyak orang dan beramah tamah dengan para investor. Benar-benar menguras tenaganya.
Baru saja ia mendapat ketenangan, terdengar suara ketukan menyapa nya. Perhatiannya kini teralih pada pintu. Kai menghela nafas berat. Saat ini ia tak ingin menerima siapapun.
Pintu terbuka, menampilkan seorang yeoja cantik berpenampilan cukup 'menggoda'. Wanita itu menggunakan dress merah super ketat, paha mulusnya terekspos, tak lupa dadanya yang menyembul indah, menantang pria manapun untuk menyentuhnya.
Termasuk pria yang ada di depannya.
"Honey." wanita itu melayangkan senyuman nakalnya, membuat pria didepannya mengerutkan dahi.
"Honey?" Kai menatapnya aneh, "Apa aku mengenalmu?"
"Ugh, kau kejam sekali, Tuan." nada sedihnya yang memang dibuat-buat, mendengarnya Kai mendengus kesal.
"Kenapa kau bisa masuk?"
Wanita itu tertawa pelan, "Aku cuma bilang pada sekretaris mu didepan kalau aku adalah kekasih barumu. Mudah bukan?"
"Aku tak ada urusan denganmu, nona. Silahkan keluar dari sini." tegas Kai seraya menatap tajam wanita asing di depannya.
Wanita itu hanya tersenyum. Dengan lancang, ia berjalan lurus ke arah meja kerja Kai dan mendudukkan bokongnya di pangkuan pria itu.
"Kau tak mengenalku?" wanita itu mengalungkan kedua lengannya di leher Kai. Menatap pria itu dengan tatapan menuntut.
"Kau. Aku. Di klub malam." ia mendekatkan tubuhnya. Membuat dadanya bersentuhan dengan dada bidang pria itu, "Tuan Kim Jongin."
Kai menelan salivanya saat merasakan bagian bawahnya yang bergesekan dengan bokong yeoja itu. Nafasnya mulai memberat saat yeoja itu dengan sengaja menggerakkan bokongnya. Seakan memijit-mijit miliknya yang masih tertutup oleh celananya.
"Cukup." Kai melenguh, "Aku bilang cukup."
"Kenapa?" yeoja itu mengubah posisi duduknya. Mensejajarkan tubuhnya. Membuatnya berhadapan dengan Kai. Ia mendekatkan wajahnya, mengecup dan mengulum pelan bibir Kai.
"Bukankah kemarin kau menyukainya?" ejek wanita itu, "Ah, apa aku harus mengenalkan diriku lagi?" Tangannya kanan turun, mengelus pelan dada Kai dan memainkan kancing baju pria itu, "Perkenalkan, namaku Kang Seulgi. Tuan Kim Jongin."
TO BE CONTINUES
