Melati Wulandari, gadis muda berusia 17 tahun itu hanya bisa menggigit bibir—menahan nyeri di relung hatinya yang rapuh. Kakinya seolah-olah layu. Tak mampu menopang tubuhnya sendiri dihadapan pria yang selama ini berusaha ia hindari.
"Ada ... Ada apa Kak Bagas?" tanya si gadis dengan nada bergetar, "Jika Kakak ingin tahu dimana Kak Jena sekarang. Maaf, Melati sama sekali tidak tahu, Kak."
"Kau seharusnya sudah tahu apa maksud kedatanganku ini, Melati." Bagas Tirta Jaya. Pria matang berusia 27 tahun. Penampilannya begitu mengintimidasi—bertubuh tegap, tinggi besar dan kekar. Panas, berbahaya dan penuh kuasa kini tengah menatap dirinya—dari ujung kaki hingga ujung kepala—dengan sorot mata setajam elang.
"Maksud, Kakak?"
"Kau harus mengganti semua kerugian yang sudah aku alami karena Jena yang sialan itu. Aku minta besok pagi, semuanya harus lunas."
"Berapa hutang Kak Jena sama Kakak?"
"Semuanya 55,6 juta."
"O .. Oh ... Tapi, Melati tidak punya uang untuk membayar semua itu, Kak." Melati menelan ludah, menundukkan pandangannya pada lantai rumahnya yang terbuat dari kayu. Angka yang Bagas sebutkan bagaikan petir yang menyambar disiang bolong. Terlalu besar. Dirinya menciut. Uang untuk makan saja ia harus bersusah payah bekerja. Darimana dia bisa mencari uang untuk mengganti hutang Kakaknya yang tidak tahu diri itu?
"Jika kau tidak bisa menggantinya dengan uang." Bagas mendekat, mengapit dagu mungil Melati, memaksa gadis belia itu untuk mengangkat wajahnya yang lugu, "Maka gantilah dengan tubuhmu."